Jumat, 08 Februari 2013

Sms



She      : Salam bla,, niy ak Revi bla.. Mw ngjak tmen aku tina n tmen2 dershane lainny jalan2. kta kekurangan mtor  blaa,, kalau ada ti2n abla pasti ckp n keangkt smua, plus tmbh seru..

Me       : Wa'alikum slm wr.wb. Iya udh kusave no.ny jd lain kali kl sms ga prlu ksih nma lg. kpn jln2ny? k mna?  Kau tau, Rev, ak ga ABG lg jd jalan2 tu no. sekiaaaan :'(

She      : Iy bla maav bla,, htung2 ksihani kta bla anak rantau yg blum pernh menci2pi dnia luar dershane (jakrta)hkhk... Skalian abla bnt kta ngsh plhanny kmana,, kalau ngga ntr mlem bsk bla,, sbisany abla, kalau abla bsany ntr mlem alhmdllh, kalau ngga bsk bla. He
Kshan kta bla..

Me       : Hahahahahahah kenapa ngrengekny lucu. Kn susah nolakny ak. Baiklah, anak rantau. Kita jalan2 insyAllah ya. Ak ikut k mna aja deh.

She      : Azeek azeek anak rntau jaln2 ke kota,, abla kpan dteng ksni? Kalau kta brgkt hbs mgrb gmna bla?

*Pesan singkat ini alasanku bersyukur Jum’at kali ini, semoga Allah mengabulkan, memudahkan dan menyegerakan keinginan baik kita, amin. Belum kubalas lagi pesannya, nanti malam harus ke Kahfi atau kalau nggak menunggu seseorang yang akan main ke rumahku. Entah kapan tepatnya :’(

**Dershane (tempat belajar semacam madrasah)

***Abla (panggilan untuk kakak perempuan)

Dua-duanya bahasa Turki :)

Senin, 04 Februari 2013

Tiada Tuhan Kecuali....



Menjanda sebelum menikah, mungkinkah? Aku mengalaminya, sekarang detik-detik proses perayuan menyembuhkannya. Ini tidak seperti bunda Maryam yang melahirkan tanpa sentuhan laki-laki. Kalau bunda Maryam, jelas-jelas itu mukjizat. Aku? Tak perlu muluk-muluk meraih anugerah, terhindar dari kutukan saja sudah menjadi hal luar biasa bagi perempuan sepertiku. Aku perempuan macam apa ya? Entah.

“Biasanya akan terjadi hal buruk dulu, sebelum semuanya membaik, bahkan lebih baik dari prasangka kita.” Dialog di film, lupa judulnya.

Menurut seorang kawan, aku salah satu tolok ukur dari ketegaran perempuan. Jika aku menyerah, bagaimana nasib perempuan lain? Geli juga, melihat aku bukan aktivis gender manapun. Pendapat lain mengatakan aku termasuk perempuan sabar, pasanganku belum jelas tapi tetap mengembangkan senyuman. Saat itu aku lupa menyampaikan padanya bahwa menangis gara-gara memikirkan kisah cintaku hingga tertidur dan pagi kembali menyapa menjadi hobi baruku. Dramatis banget ya. Dari sana keahlian menangisku terlatih dengan baik. Yuk mari!

2012, prahara itu dimulai. Satu tahun sebelumnya, aku tertarik pada laki-laki seksi (saat itu). Di tahun yang sama aku berkesempatan umrah Ramadhan bersama keluarga. Ka’bah, Hijir Ismail, Shafa Marwa, Raudhah menjadi tempat melangitnya doaku agar Allah memasangkan kami. Bahkan di Marwa aku membayangkan dengan jelas laki-laki seksi itu menggendong anak kami. Jantungku membiru ketika ia membicarakan pernikahan. Responku tak seheboh perasaanku. Kekhawatiran mendahului akal sehatku, takut gagal menikah. Benar. Kami putus Pebruari 2012, bulan pilihan mama Loren untuk meramalkan kiamat. Mama Loren benar, setidaknya kiamat bagiku. Aku menjanda pertama kalinya. 

Hunting beasiswa ke luar negeri menjadi terminal hidupku selanjutnya. Segala proses persyaratan sangat mudah kupenuhi, persyaratan yang tak masuk diakal. Dari ijazah yang belum kuambil dan butuh revisi skripsi terlebih dahulu, lalu ditranslate ke English hingga surat rekomendasi rektor dan dekan. Semua harus selesai dalam waktu sepekan. Rasanya setelah semua syarat terpenuhi, aku menyadari betapa Allah Murah padaku (perasaan saat itu, tahu sendiri kaan hati itu kenyal dan mudah bolak-balik. Sebentar berterima kasih, sebentar kemudian mencaci).

Masa penantian pengumuman kelulusan beasiswa Allah mengirimkan laki-laki baik, murah senyum dan berpendidikan. Sejujurnya tidak ada alasan bagiku untuk tidak menerima sperma salihnya demi keturunan penyejuk hati. Sementara itu aku tidak lulus seleksi beasiswa di negeri salju. Belakangan kuketahui lulusan terbaik almamaterku pun bernasib sama denganku. Namun hatiku tersayat sembilu dulu sebelum mengetahui takdir lulusan terbaik yang mendaftar bersamaku itu, dan pengetahuan ini sedikit menghiburku. Menjanda kedua dimulai.

Dua pekan setelahnya, perasaan sayang mulai tumbuh pada mas-mas yang menemani penantian beasiswa gagalku. Namun aku menangkap kesan ia tak seperti yang dulu. Kutanyakan dengan terus terang ada apa gerangan. Ia menjalin hubungan yang prosesnya singkat, katanya. Lelah atas ketidakjelasanku menyapanya seperti lelahku pada beasiswa gagalku. Mati rasa? Tentu. Menjanda ketiga mengambil peran. Di lain waktu, aku sosok munafik yang sukses. Bagaimana tidak? Saat-saat krisis kepercayaan mensahabatiku, aku diminta untuk bicara menyampaikan kalimat-kalimat surga pada kajian ibu-ibu maupun remaja dan mahasiswa. Sukses ketika aku bisa mensudahi pembicaraanku, dengan durasi waktu rata-rata satu setengah jam sampai dua jam.

Pencarian makna, sesungguhnya hantu hebat yang berkelebat di sepanjang hidupku akhir-akhir ini. Bahkan dalam week end kemarin pun aku masih mencari makna hidupku harus seperti apa. Renang menjadi pilihan. Sepekan sebelumnya aku melobi sahabatku yang pekerja sebagai copy writer untuk menemaniku. Ia menyanggupi. Tidak selesai sampai di situ. Rabunya, memergoki adiknya sahabatku yang lain menangis pilu di kamar yang tertutup. Rabu memang jadual kami pengkaji pemikiran Said Nursi, di Risalah Nurnya, untuk berkumpul mendiskusikannya. Bakat detektifku timbul. Apa sebab dari tangisan itu. Rupanya seseorang yang dianggap kakak dekatnya pergi tanpa pesan. Ia beranggapan kepergian kakak dekatnya itu gara-gara kelambatan hafalan al-Qur’annya. Juga, dii hari itu ia mendapat teguran dari calon kakak iparnya yang, juga sahabatku, mengingatkan hal sama. Hafalan.

Pelan-pelan aku mengajaknya bicara. Sempat bingung, ia masih berusia 13 tahun. Harus dengan kalimat, kisah dan atau hikmah apa supaya rasa bersalahnya pada dua perempuan penegur hafalannya terkurangi. karena rasa bersalah itu memproduksi mental tidak bergairah menghafal lagi. Terbata aku membahasakan maksudku. Kuingatkan padanya untuk belajar memahami kondisi dua orang itu, ujian apa yang melilit keduanya. Keduanya tidak mungkin menegurnya kalau tidak dilandasi kasih sayang yang demikian besar. Sayang adalah emosi terampuh meluluhkan seseorang, semarah apapun orang itu. Katanya ia lega mendengar ceramahku, lalu kuajak beli es krim di mall depan yayasan tempat kami belajar Risalah Nur. Gadis usia 13 tahun ini ikut serta renang Sabtunya.

Orang yang mudah berjanji dan kadang lupa ada janji itu aku. Sabtu mas ketigaku memintaku ke rumahnya mengantar modem yang tertinggal di tempat tinggalku. Modem penghibur keponakanku saat ayahnya keluar kota yang, menyertakan gadget yang biasa ia pakai untuk menenangkan zat adiktif game-nya. Padahal renang sudah matang kurencanakan. Tak mudah menemukan waktu antara sahabat copy writerku dan aku untuk membunuh waktu bersama. Ke rumah mas kutunda keesokannya meski merasa bersalah atas raungan keponakanku. Kami berenang berempat; aku, si copy writer, adik sahabatku dan adik ketemu gedeku yang, hingga detik ini belum kuucapkan selamat atas berkurang usianya. Selesai renang, tidak menyelesaikan kekhawatiranku.

Sabtu malam, kalau tidak ada kerjaan merupakan waktuku untuk berbakti pada mbak ke enamku. Membantunya membungkus susu kedele untuk diperdagangkan Minggu pagi. Biasanya aku menginap di rumahnya. Pikirku usai makan malam dengan rekan renangku tidak ada acara nginap-menginap di tempat tinggalku.  Adik ketemu gedeku sudah merancang ia akan menikmati film setibanya di tempat tinggalku. Berarti ada acara menginap. Musnahlah niat baikku untuk berbakti pada mbakku. Kukirim pesan pada mbak aku hanya bisa jualannya tanpa menginap di rumahnya untuk membungkus kedele. Ia mengiyakan. Takdirku belum berhenti di situ.

Usai jualan aku ke yayasan Said Nursi mengantar pulang adik sahabatku. Tidak terbetik di ruang hatiku untuk mengadakan kajian. Melihat betapa rajinnya adik-adik penghuni yayasan berjibaku membuktikan komitmen keimanannya dalam membersihkan yayasan, aku tergerak untuk memelihara kekompakan mereka. Semoga kekompakan itu terpelihara dengan ide kajian dadakanku.

Tema kajian mencintai keabadian. Setiap orang akan mengalami jenis cinta ini. Mula-mula ia jatuh cinta pada kehidupan dekatnya; gadgetnya, lawan jenis incarannya, bukunya, cita-cita dan harapannya dan hal-hal lain yang menjadi berhala antara seseorang itu dengan Tuhannya. Iya, memberikan sepenuh hati pada hal-hal dekat akan mengenalkan seseorang pada sesuatu yang abadi. Sebab hal-hal dekat itu sepaket dengan kebosanan, kerusakan dan kekecewaan. Manusia memiliki potensi sifat tidak mudah puas hati. Contoh, saat ini Vario telah menemani hari-hariku dan aku menikmatinya. Namun masih membayang betapa aku ingin menyetir mobil. Tidak tahu mengapa aku memiliki keinginan demikian. Tema ini sangat bersinggungan dengan QS. Alu Imran: 133-135. Ayat yang kubaca di rakaat-rakaat salat taubatku ketika aku ingat praharaku menjanda 3x.

Allah Maha Motivator. Asma itu kuambil dari ayat 133-135 di atas. Betapa tidak? Allah Mahatahu bahwa hambaNya memiliki potensi sifat ingin lebih, lebih, dan lebih. Untuk mensiasati potensi sifat itu Allah menyuruh kita bercepat-cepat menuju ampunan dan surga. Ampunan dan surga Allah merupakan kenikmatan tertinggi untuk merayu potensi sifat tidak puas hati itu. Kabar gembiranya, yang dapat merasakan ampunan dan surga Allah hanya orang-orang yang bertaqwa. Kegembiraan selanjutnya, ayat itu sudah mematok atau menandai siapa sih orang bertaqwa itu?

1.      Mereka yang membelanjakan hartanya di jalan Allah, baik saat lapang maupun sempit
2.      Penahan marah, padahal ia berhak marah
3.      Pemberi maaf
4.      Pelaku zalim terhadap diri sendiri namun ia segera bertaubat dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Rasanya tak perlu kupanjang lebarkan menjadi paragraph-paragraf untuk menjelaskan karakter muttaqin di atas. Karakter tsb benar-benar mengikis habis berhala yang paling berhala pada diri manusia, yaitu dirinya sendiri. Aku bukan polwan moral yang tiap saat memantau perkembangan akhlak penghuni yayasan, namun aku paling tua (ooops) di antara mereka jadi mau tidak mau wajib berpura-pura menjadi orang yang paling waras di tengah-tengah mereka. Itu takdirku yang tidak semua kukisahkan selama week end kemarin. Entah sampai kapan takdir itu berhenti, meski di tengah perjalanannya merasa gila sendiri. Namun harapan itu masih ada, hingga kalimat paling sakti terucap di hati jelang meregangnya ruh dan badan nanti,

"Laa ilaaha illallah, Muhammadurrasulullah."
 

Jumat, 01 Februari 2013

Percakapan



Mas, golongan darahku O.”

“Lalu kenapa, nduk, kalau O?”

“Jiwa leadership-ku mendominasi, mas.”

“Wah bagus dong, nduk. Berarti kamu problem solver banget ya.”

Leadership-ku nggak gitu, mas. Nih leadership yang sok-sok tangguh dan tersinggungan. Mas masih mau?”

“Um, gimana ya, nduk.”

“Ah, mas.” T_T

“Coba deh, nduk, sebutin lagi darah O itu kayak gimana?”

“Kata note teman FB-ku sih, mas, Gol. Darah O tuh berjiwa besar, susah mengalah, paling gampang ngaret, easy judging tapi easy pardoning juga.”

“Wah serem ya, nduk, Gol. Darah O. Lalu apalagi, nduk?”

“Memiliki anti bodi yang Ok, mas, alias nggak mudah stress gitu.”

“O…, gitu ya, nduk.

“Kok O aja sih, mas? Gol. Darah O juga amat alergi pada hal-hal detil.”

Nduk, sayangku padamu ini tidak dipengaruhi golongan darah. Memang sebagian karakter yang kamu sebutin tadi ada padamu tapi ada juga yang bukan kamu.”

“Misalnya, mas?"
 
“Soal stress kamu ahlinya, nduk, namun caramu mengalihkannya Ok punya. Kepedulianmu pada orang lain itu loh… Oia, di note teman kamu disebutin juga nggak kalau Gol. darah O itu mewe'an? Soalnya kamu cengeng, nduk. Heheheh.”

Mas…” T_T

“Kenapa pake acara mbrebes mili segala? Aku salah bicara, nduk? Ngomong-ngomong nih, enaknya kita punya anak berapa ya, nduk?”

Mas! Kok bisa sih bahas Gol. Darah ke jumlah anak!”

“Tuh kan, nduk! Apa kataku tadi. Katamu Gol darah O orang yang simple tapi kenapa juga kamu mendetilkan persoalan. Udah ah. Aku mau baca buku.”

Mas…” T_T




*Percakapan bayangan untuk memberitahukan bahwa Gol. darahku O :D