Rabu, 26 Desember 2012

Surat Cinta

Salamun 'alaikum.

Apa kabar, kekasih Tuhan? Sabar ya jika cintamu sia-sia. Paling tidak, hati, pikir dan telingamu masih mau mendengar kekinian. Surat ini kutulis dengan perut lapar, tapi mulut enggan berkompromi walau dgn seteguk air. Badan kedinginan, selintas aku mencurigai AC. Tapi kecurigaan itu memuai, toh kurang lebih dua bulan aku mengencaninya.

Kekinian. Mari kutebak isi hatimu. Engkau sedang dirundung pilu. Ketidakmengertianmu akan cinta yg menyebabkannya. Ah tak perlu engkau lacak dari mana aku dapat mengetahui itu. Mudah kok. Kini, makhluk itu yg membimbingku. Lewat sorot mata ia mengabarkan lawan bicaraku yg bernama bang Sam memiliki istri lebih dari satu. Kini, sekali lagi makhluk itu mengirimkan firasat. Satpam mall tidak berani mengungkapkan cinta pada perempuan pujaannya. Kini yg menunjukkan gelagat satpam lewat matanya yg tak bersitatap saat mengobrol denganku. Kini, ia menitipkan pesan pada kata. Tentang rasa dan pikirmu yang membadai oleh cinta. Ya cinta.

Cinta. Engkau bebas menjawab atau tidak atas pertanyaanku ini. Apa engkau betul-betul jatuh cinta padanya? Laki-laki itu? Cinta sejati layaknya impian sejati? Engkau akan mati jika Tuhan tidak memasangkan kalian? Eh apa aku baru menyebut Tuhan? Hahahah menyerahkan nasib pd kehendak Tuhan bagaimanapun masih berbau spekulatif.

Pingsan. Berantakan. Tertatih-tatih. Berdarah-darah. Tenggelam. Terseok-seok. Ngilu. Nyinyir. Terpukul dan panik penuh ketidakpercayaan. Apa pemilihan kata di muka tepat untuk menggambarkan kecamuk di hati dan pikirmu? Ah simpan terima kasihmu. Aku tak membutuhkannya untuk menghargai betapa hebat aku menebak lintasan-lintasan perasaan dan pikiranmu. Tiadanya harga cintamu pada laki-laki itu, apa cukup utk menghancurkan masa depanmu? Jika iya, selamat aku ucapkan. Sungguh. Engkau memang tak memiliki masa depan.

Dia, lelakimu tidak dapat menerima cintamu lagi. Satu-satunya lelaki yg ingin kaujadikan penyambung ketaatan pd Tuhan dan rasulNya. Tapi dia enggan. Sejenak mari menengok ke belakang.

Nabi Nuh, misalnya. Berkat perasaan mendalamnya pd Kan'an, putranya, beliau mengiba,
"Duhai... Tolong paduka selamatkan putra saya dr kejahatan air bah."

"Ayo, Nuh! Ketahuilah, ia bukan keluargamu lagi!" Kata Tuhan Tega. Hei, sekilas Tuhan memang kejam ya tapi siapa yg dapat membaca rencanaNya...
Padahal kalau mau pamer-pameran kesabaran Nabi Nuh ahlinya. Kenapa coba Tuhan tidak mempersatukan dia dgn putranya.

Bunda Hajar dan Nabi Ismail. Masih ingat kepasrahan mereka? Sungguh akalku belum bisa mencerna hati mereka terbuat dr apa. Bagaimana bisa istri kedua menderita di negara asing sedang tanda-tanda kehidupan belum mengemuka di sana.

Apalagi Nabi Ismail. Membeku akal ini, mengagumi kejernihan hatinya. Tiga belas tahun berpisah dgn sang ayah rupanya tidak cukup menebus kebahagiaan  calon nabi itu. Sang ayah berhasrat menyembelihnya. Titah Tuhan katanya, lewat mimpi pula. Mau gila rasanya. Kok ada ayah setega itu. Kok ada.

Adalah Harut dan Marut dari golongan malaikat yg diturunkan ke bumi utk membuktikan ketidakpahaman mereka mengapa Allah memilih manusia yg memiliki hobi merusak dan menumpahkan darah di muka bumi sebagai wakilNya. Apa mereka akan berlaku sama seperti manusia ketika berada di sana.

Mula-mula Harut dan Marut enggan berzina dengan perempuan cantik. Membunuh mereka hindari. Minum arak? "Resikonya sedikit." Mereka memutuskan minum arak. Selanjutnya? Membunuh dan menzinahi perempuan mereka lakukan juga.

Sayang... Aku tak memintamu utk meminjam peran Nabi Nuh, Bunda Hajar, Nabi Ismail, malaikat Harut dan Marut. Sungguh. Kepastian itu tak kan mudah tertebak, seagung apa kesabaranmu. Apalagi peran Nabi Ibrahim yg menjadi bulan-bulanan Tuhan. Tidak. Duhai, nafsu itu memiliki kecenderungan untuk mengajak pd tindakan kebinatangan.

Aku... Hanya meminta satu hal. Satu saja. Hiduplah pd kekinian, sayang. Bersikaplah menerima bahwa lelakimu sedang memilih tidak menua bersamamu, saat ini. Bebaskan ia dari belenggu perasaanmu. Bisa? Insya Allah jika ada kemauan.

Kebebasan itu akan mempermudah hidupnya. Juga hidupmu. Engkau bisa memahami ke mana arah ajakanku ini?

Begini, sayang. Mencintai berarti memberi tanpa mengambil. Itulah sebenar-benarnya cinta. Aku tidak memaksamu untuk mengusir lelakimu dari hati putihmu. No. Perasaanmu, engkau boleh menikmatinya sesuka hati dan pikirmu. Kapanpun. Di manapun.

Hanya saja... Sembari mencumbui kenikmatan rasa pd lelakimu. Tolong sempatkan mengfungsikan hati, pikir dan telingamu untuk mendengar apapun dan siapapun yg melintas dlm hari-harimu.

Kala melihat tukang sapu gerbong kereta sedang kelelahan dan ia rebahan, sempatkan untuk melihat wajah letihnya. Hadirkan pula wajah keluarganya menanti lembaran rupiah untuk sekali makan esoknya. Tiba-tiba sasaran retinamu mengarah pd kaos kaki dekil yg berlubang pd jempol tukang sapu itu. Ia sampai lupa mengurus dirinya sendiri demi kelanjutan hidup keluarganya. Sayang, jelas kan suasana haru itu?

Silahkan memilih kekinian itu. Awasi selalu gerak hati, pikir dan telingamu. Engkau bebas mengarahkan mereka ke mana. Tapi kumohon... Tujuan baik, benar dan bagus yg menjadi pilihan. Jadikan Tuhan sebagai sumber baik, buruk dan benarmu ya. Sisanya ijinkan Tuhan yg membereskan, sayang.

Hidup harus terus berjalan, sayang, tanpa atau dengan lelakimu. Mungkin kalian tidak lagi memandang matahari terbit dan tenggelam secara bersamaan. Mungkin.

Wassalam...

*Memutar lagu 'Iris' Goo Goo Dolls...

"I give up forever to touch you."
"I just don't wanna miss you tonight."

Senin, 24 Desember 2012

Munajat Dini Hari

Entah siapa yg mengetahui rencana Tuhan. Tidak saya, tidak jua dia, mereka apalagi. Kau tahu, kawan? Jika iya bocorkanlah pada saya. Beritahukanlah utk menyampaikan rencana-rencana terkecilNya, sedangNya, dan besarNya.

Terlalu tidak tahu diri jika saya meminta keistimewaan seperti Nabi Sulaiman. Dapat memahami komunikasi semut, mensahabatkan diri dgn jin dan setan. Mengendarai angin utk tiba pd suatu tujuan. Entah di mana. Al-Qur'an hanya mengabarkan perjalanan tsb ditempuh selama dua bulan bagi orang kebanyakan, namun melalui angin Allah Mempercepat menjadi pagi dan petang.

Saya enggan memiliki keistimewaan Samiri. Mengetahui jalan kegaiban malaikat, hingga ia dapat menyulap jejak tsb menjadi patung emas sesembahan bangsa Israel. Saat Nabi Musa menghadap Tuhan di Thursina.

Imperium Fir'aun tidak menjadi prioritas daftar impian saya. Tidak sekali lagi. Kekhawatiran itu membayang pertama kali, saya menuhankan diri dgn kecukupan semu dari Ilahi.

Kekayaan Qarun? Bukan kebutuhan saya saat ini. Sungguh. Lagi, ngeri membayangi. Menunda kebutuhan yg lebih esensi, yakni ke mana pikir dan hati hendak dikemudi.

Saya belum mampu mengimaji andai ujian Nabi Ayyub menyapa diri ini. Akankah kesabaran disertakan pula utk menemani? Ah saya tak berani melewati meski dalam mimpi.

Semoga Tuhan memampukan saya utk dapat mengerti kehambaan bintang, bulan, matahari, pepohonan, musim dan tanda-tanda yg Tuhan tetapkan di dunia utk memperlihatkan keberadaanNya. Semoga Tuhan melembutkan hati dan fikir saya utk mudah peduli, pd apa dan siapa saja. Semoga Tuhan menerangi hati yg hampir tak berbentuk ini, tidak sekedar patah lagi.

Semoga Tuhan memudahkan saya utk mengingat mati, saat nafsu menghalangi bisikan sesuatu yg paling Ilahi. Semoga Tuhan menjadi sandaran hati, saat akal merajai jasad ini. Semoga Tuhan menjadi alasan, saat penyeleksian citra diri. Amin...

Sesederhana itu kebutuhan saya. Semoga Tuhan meridhai, amin berkali-kali.

Jumat, 21 Desember 2012

I Talk to Him

Tuhan... Engkau sedang apa? Kitab NabiMu mengabarkan Engkau selalu dalam kesibukan, tidak Mengantuk dan tidak Tidur. Mengurus kebutuhan makhlukMu ya. Apa benar demikian? Ah, Engkau mustahil berhenti dari kesibukan gara-gara Menjawab pertanyaanku ini kan.

Tuhanku... Masih ada rindu di dadaku, untuknya. Ia yg jarang membalas smsku, ia yg kutelpon tak seantusias dahulu, ia yg berperangai the most selfish in this world. Ia media belajarku untuk mengenalMu.

Tuhan kumencintainya... Tanpa kuketahui alasannya. Kata calon adik ipar sahabatku, "Kalau seseorang terus menerus disakiti hatinya, khawatir akan pergi dari kita nantinya." Tuhan, kalimat itu keluar dari gadis berusia 13 tahun loh. Dadaku sempat sesak memikirkan semua itu. Kalau aku sendiri merasa tersakiti, lalu apa yg sebaiknya kulakukan? Bantu aku mendapat jawaban. Ya, Tuhan, ya.

Tuhan... Terima kasih. Telah Menghadirkan perasaan yg tak beralasan pdku. Terima kasih. Sudah Memahamkan kematian pelan-pelan itu. Tidak ada sms balasan itu sama dengan pengajaran utk mengingat akan ada kehidupan setelah kematian. Tiadanya kabar itu serupa dengan menghadirkan cinta yg lain. MencintaiMu. Ah aku meragu, apa hebatnya cinta dari perempuan macam aku.

Tuhan... Titipkan ketenangan dan ketentraman batin dalam hatiku. Pasti mudah bagiMu. Sebagaimana Engkau utus cinta tanpa alasan memenuhi hati dan akalku. Oia, 2013 ya. Aku ingin bisa menyetir mobil, kuliah s2 Tafsir di Ushuluddin, UIN Jakarta, dan menjadi peserta Pendidikan Kader Mufassir, institusi dari Lentera Hati Prof. Quraish Shihab. Menikah. Itu deretan doaku di 2013 nanti.

Engkau yg menyuruhku berdoa. Menyertakan pengabulannya jua. Jangan kecewakan aku. Jangan biarkan aku putus asa mengenali takdirMu. Amin.

Senin, 17 Desember 2012

Cinta

Entah. Apa yang jelas di dunia ini. Cinta? Apa ada jaminan kalau mencintai akan dapat balasan serupa? Belum tentu. Kalau ada perusahaan asuransi cinta, saya pendaftar pertama. Hati memiliki jalannya sendiri. Jalan, ya jalan. Jalan terabas, jalan angan-angan, jalan buntu, jalan butulan, jalan cepat. Ada banyak jalan, bukan. Pun hati, andai ia memilih jalan setapak, maka ia harus rela melalui dgn berjalan kaki. Jalan amat bergantung dgn cara seseorang memandang, apakah akan ia lalui atau mematung berdiam diri.

Saya orang yg mudah jatuh cinta. Pd senior yg lama tak jumpa lalu memanggil saya dinda, takjub dada saya. Terjadilah komunikasi antara kami, saling tanya kabar, kesibukan lalu memotifasi. Kebaikan. Berhenti di situ. Nduk, panggilan kesukaan saya. Lagi, getaran mengguncang dada. Bagaimana tidak? Pemanggil nduk adalah laki-laki yg pernah mengirim puisi dan 'sempat' membuat hati mekar dgn bunga warna-warni. Dilanjutkan berbagi pemikiran. Tamat. Beliau harus mengurus anak istri. Ide-ide Rumi, saya dikenalkan laki-laki tua yg dipanggil Kiai. Saya jatuh cinta. Ada berjuta cahaya baru tiap berbincang dgnnya. Dicemburui ya saya mengundurkan diri. Usai.

"Titin..."
bla, bla, bla... Dan...
"Your secret admirer."

Pesan singkat dari seseorang. Saya katakan padanya kalau ia alasan saya hidup hari itu. Saya berterima kasih padanya. Sekali dua jatuh cinta dgn hal-hal baik. Beliau sms lagi, mengingatkan subuh, menanyakan saya sedang apa. Andai saja beliau meng-sms gelap begitu dua tahun lalu pasti saya damprat habis-habisan. Seperti yg saya lakukan pd mas-mas yg mengaku bernama Ramadan, asal Jogja dan muallaf. Saya tidak berhasil melacak sosoknya padahal  beliau sempat menyuara lewat udara. Iya saat ini darah saya menua jadi wajib hukumnya utk berkalem ria. Katanya usia se-saya ini orientasinya wewangian surga, nah saya menuju yg katanya itu. Beliau mengaku dan menelpon. Ternyata eh ternyata kenalan semasa saya masih muda dulu. Mencetar membahanalah dunia perteleponan bersama guyonan kami.

"assalamualaikum mba saya kagum dgn mba yang mengisi acara kemarin."

Lagi, dari peserta sharing. Smsnya masih basah, belum saya lenyapkan dari inbox. Jujur, hati saya blingsatan mengetahui fans menambah. Dada membadai. Senang sih. Tapi apa iya saya butuh dikagumi? Repot kalau tidak bisa membalas dan fokus terhadap perhatiannya. Dr smsnya terendus bukan sesuatu yg penting bagi dia, artinya kalau toh saya tidak membalasnya langsung tidak berarti hidupnya berakhir. Sempat merasa bersalah ketika ia membawa-bawa saya mahasiswi Komunikasi kok tidak open minded dlm membalas smsnya. "Wow sibuk ya. ya udah. mmuuacch." Smsnya semalam, pakai acara mmuah segala, mirip ABG. Masa iya saya akan membalas mmuach juga? No no no. Kira-kira berakhir bagaimana ya nanti? Semoga sama-sama baik saja. Amin.

Sungguh. Saya tidak mengerti dgn semua itu. Menyedihkan jika dibanding dgn kisah cinta saya yg satu ini. Kontras sangat. Saya menyukai seseorang nan jauh di sana. Seseorang ini menjadi titik balik saya dalam memandang hidup. Saya menyukai beliau bukan seperti judul-judul cerpen, 'Cintai aku dgn Sederhana' atau judul lagu, 'Cintai Aku Apa Adanya'. Tidak. Sekali lagi tidak. Saya tidak tahu jenis kelamin dari cinta saya pada beliau. Beliau sempat bertanya alasannya dan saya baru-baru ini memikirkannya atas dasar apa. Nggak nemu. Pola pikir beliaukah? Um sepertinya bukan. Begini, tulisan apapun yg terdapat di jejaring sosial belum tentu citra diri asli dari pemilik akun tsb.Boleh jadi semua itu pencitraan. Atau proses perayuan nafsu utk menuju pola pikir yg dibenarkan Tuhan. Atau? Entah. Hati dan akal selalu tidak mudah dibaca. Kalau kebaikan-kebaikan yg terdapat pd seseorang menjadi alasan utk mencintainya, maka akan ada keburukan-keburukannya yg mendorong saya utk membencinya, cepat atau lambat. Cinta tidak ada urusan dgn kekurangan atau kelebihan, kedua hal itu tidak abadi. Cinta ada begitu saja. Inilah alasan terkuat utk mencintai; tidak mengetahui alasannya. Mungkin ini rumus umum, yg cocok utk saya dan belum tentu utk yg lain.

"Andai Allah memasangkan mas ..... (sensor name) dgn abla* apa abla tidak akan mengecewakannya?" Tanya kenalan saya. Jleb. Saya tidak langsung dapat menjawabnya.

Selebor. Julukan teman kantor pd saya. Hingga mereka sempat bersekongkol utk mengumpulkan dan menyembunyikan barang-barang saya yg tertinggal lalu membuat kejutan. Kado yg berisi barang-barang usang saya. Cukupkah selebor menjadi modal mencintai seseorang? Kalau ada yg mengatakan cukup... Selamat, Anda baru saja gila.

Ngamuk-ngamuk. Ngamuk-ngamuk adalah salah satu kelihaian saya. Didikan keluarga saya; mandiri. Saya terbiasa sendiri dari kecil. Melancong Jawa Timur dgn kesendirian. Membiayai kuliah dgn kerja serabutan. Yatim dari usia 8 tahun. Mungkin pengalaman yg telah membawah sadar di pikiran itulah yg membuat saya merasa bangga diandalkan, memastikan semua keadaan aman dan pekerja lapangan. Mana ada suami yg rela diatur-atur istri macam saya? Kecuali beliau membiarkan dan mengijinkan saya utk mengatur keperluan hidupnya, putra-putrinya. Apa ada lelaki baik seperti itu? Selama saya beriman pd Tuhannya Nabi Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad insya Allah ada. Bukankah DIA Penggenggam hati makhlukNya?! Masalahnya, saya tidak tahu persis iman saya padaNya segede apa atau seluas apa? Nah loh! Tolong bacakan QS. al-Ra'du disusul Yasiin supaya bumi tidak merasa terbebani dgn ke-mbaleloan saya.

Saya mau cerita apa ya ini. Oo iya. Saya jatuh cinta. Lelaki hampir 44 tahunlah yg membuat teh hangat tersekat di tenggorokan saya, saat memikirkannya. Pengusaha, pejabat musiman (haji), penghafal al-Quran, beristri dan beranak empat. Saya jatuh cinta padanya, tulisan ini adalah sebagai pengingatnya. Lelaki ini yg memudahkan saya utk memiliki Vablu (Vario Biru), mengumrahkan saya 2011 lalu, memberi pekerjaan saya di trafel Haji dan umrahnya sehingga saya terselamatkan dari kaum pengangguran. Cinta saya bertambah ketika mendengar ulasannya tentang hidup,

"Tin, hidup ini formalitas. Di akhirat cuma ada dua tempat. Neraka dan surga. Surga isinya kesenangan, neraka kesengsaan. Di sana kita tidak mengingat apapun. Kalau toh ada anak yg dapat menyeret orang tuanya ke neraka, itu kasus. Pun demikian jika ada orang tua masuk surga anaknya itu syafa'at. Ikatan apapun di dunia tidak dapat mempertemukan seseorang ke surga atau neraka kecuali ikatan amal."

Lalu saya teringat sebuah ayat, "Orang-orang yang saling jatuh cinta dan perasaan mereka mendalam hingga ke ulu hati nanti di akhirat akan menjadi musuh satu sama lain kecuali orang-orang bertaqwa." Mengingat ayat sambil merapalkan doa semoga saya selalu bisa dekat dgn lelaki ini, membantu bergabung menuju satu titik pusaran; kebaikan. "Namun demikian, hidup harus waspada. Yg penting niat baik selalu dipelihara. Biar Allah yg mengambil alih sisanya dan menunjukkan jalannya." Nasehat lelaki baik ini. Dan beliau adalah mas kandung ketiga saya.

*abla panggilan utk saudara perempuan. Turki punya.

#Curhatan ini masih tidak berjenis kelamin, belum menjelaskan apa itu cinta sesungguhnya.


Jumat, 14 Desember 2012

Garis-garis Takdir

"Terkadang perlu juga meluangkan waktu untuk bercanda."

Kawan, bantu saya utk mereka siapa pemilik kalimat di atas. Jenis manusia serius? Um... Boleh. Penikmat jiwa disiplin? Yep. Pernah mendengar nama Double Decker? Sebuah bus bertingkat warna merah khas milik London. Pemilik kalimat di atas bermimpi sekolah di sana, ya London. Amin.

Menurut ilmu psikologi setiap manusia itu unik kan. Mari meminjam cara pandang psikologi. Kalau tiap manusia unik berarti tidak ada dikotomi manusia istimewa dan tidak istimewa. Mereka memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dan itu tidak dapat dijadikan tolok ukur utk merendahkan atau meninggikan satu sama lain.

Semalam saya membunuh waktu dgn pemilik kalimat serem di atas, ia penulis esai tetap Lazuardi Biru, sekolah pak Haidar Bagir kalau saya tidak salah. Perempuan, namanya Alfi. Membaca 100 halaman per hari merupakan takdir tetap yg dipilihnya utk memuasi dahaga keilmuannya. Sebelum berkata-kata ia terkesan manut dan jauh dari garang. Cerdas, 'liar' dan berprinsip, kesan yg saya tangkap usai menyimak isi kepala yg disimbolkannya dlm bahasa.

Laut tenang tak kan melahirkan pelaut hebat. Alfi, telah melalui lautan kedukaan yg wow sekali. Berbutir-butir air jatuh dari matanya, dulu, sebelum ia mensosok seperti sekarang ini. Semester satu, mahasiswi Fisip UIN Syahid Jakarta.

Singkat kata saya dan Alfi dipertemukan Allah melalui pak Indra, seorang berhati lembut yg maskotnya, "Apa yg bisa saya bantu?". Saya percaya kalau Allah mengirimkan seseorang, sepaket juga dgn pengertian 'saya wajib belajar hidup dgn orang tsb'.

Sering saya tergoda utk menyesali apa yg berlalu. Ada rasa sakit di sana. Butiran luruh satu persatu dari mata. Kadang juga mewujud pekikan dalam hati. Lintasan pikiran itu kerap dapat memudarkan impian saya. Sejenak. Lalu mengejar matahari lagi. Hidup memang penuh rintangan dan harus dihadapi dgn ketegaran.

Ada iri menusuk-nusuk di hati jika berjumpa dgn orang sukses. Mengingat diri masih jauh dari kondisi sukses. Iya, sukses memang beragam pengertian, tergantung sudut pandang seseorang. Namun saya diingatkan kembali utk menata akal dan hati. Diingatkan oleh pertemuan-pertemuan situasi serta kondisi sabar dan syukur. Iri tidak menjanjikan apa-apa kecuali kesempitan hati dan pembunuhan diri. Secara pelan-pelan. Kesempatan saya adalah mempelajari apa-apa yg tertinggal bukan mengutuk diri.

Sempurna hanya ada di negeri khayalan. Serapih dan sebaik apapun seseorang mengkonsep impian, akan ada tes untuk menguji keimanan. Keinginanlah yg melahirkan impian. Kalau keinginan merupakan bahan mentah, maka impian sekali-dua lebih matang. Ada perencanaan di sana, menyertakan imajinasi yg dikomunikasikan dgn citra diri.

Belakangan ini saya lumayan kalem, saya curiga ini gara-gara darah yg tidak lagi memuda. Terkalahkan dgn kegagalan-kegagalan. Kadang tidak mudah saya mengurai penyebab dari apa yg menjadi takdir saya sekarang. Menurut emak, orang tua kandung yg tersisa, harusnya saat inilah kesempatan saya utk mempersembahkan menantu unyu-unyunya. Blas, sama sekali saya tidak paham peran saya kok ya masih melajang juga. Sedih? Pastilaaaaah.

Adalah garis-garis takdir berawal dari keinginan meluap-luap. Sebaik-baik keinginan diarahkan kepada dunia rasa dan pikir. Apakah keinginan tsb betul-betul hati yg mendambanya ataukah keinginan orang lain yg memimpinnya. sebaik-baik gerak hati dan pikir adalah perayuan mendekat pada Allah.

Saya ingin membagi resep dari Rasulullah bagaimana seharusnya kita menyingkapi keinginan. Jika keinginan menggebu dan memburu-buru utk dikabulkan bahkan telah melewati proses imajinasi, maka tanyakan pada Allah melalui doa berikut:

"Ya Hayyu ya Qayyuum... Birahmati Ka astaghiitsu, wala takilnii ilaa nafsii tharfata 'ainin wa ashlihlii sya'nii kullah."
Yang artinya, "Wahai yg Mahahidup, Yg Mahategak... Dengan kasihMu aku memohon pertolongan, jangan serahkan keinginanku pada nafsu utk memutuskan, sekejap matapun. Perbaikilah keadaanku keseluruhannya."

Udah dulu yaaa, saya hendak salat Ashar :)




Rabu, 05 Desember 2012

Janda dan Tuhannya

Janda dgn Tuhan, hubungannya sangat erat. Saya tidak akan membahas Tuhan, bukunya tante Karen Amstrong belum usai saya baca, saya juga belum pernah kencan dgn om Smith sang ahli agama-agama langit. Jadi kapasitas saya sangat diragukan membahas Tuhan, jauh dan tidak sebanding dgn dua orientalis di atas.

Janda. Ia perempuan jujur, menjanda di usia yg relatif muda, 25 tahun ke bawah. Riwayat pendidikannya menyedihkan, dikenal kaku dlm bersikap, mudah tersinggung jika dianggap rendah berlebihan. Demikian di antara sifatnya yg saya kenal.

Ayam adalah jalan si janda utk menjemput rizki Tuhan. Mulanya ia menempuh kurang lebih 14 KM pulang pergi untuk belanja ayam di salah satu pengusaha tetangga desanya. Perjalanan ia mulai dr pukul 03.00 dini hari.

Acapkali ia hanya berdua dgn sopir, di deretan jok mobil paling depan. Menurut pengakuannya ia menghadapi lima sopir yg menawarkan diri merabanya, satu di antaranya bahkan sudah melakukannya. Ia hanya berucap, "Kak, aku betul-betul mencari karunia Allah dgn cara yg baik, semampuku. Tolong bantu aku utk tidak melanggar ketentuan Allah." Kalimat sopan utk sopir yg konon jatuh hati dr dulu dan baru ada kesempatan utk berbuat yg diinginkan.

Dua tahun ia jalani ujian perjalanan macam itu, berganti-ganti sopir utk mencari resiko sekecil mungkin. Ia menginginkan keadaan yg lebih baik, tidak perlu mengadakan perjalanan sedini mungkin bersama laki-laki asing yg menggemukan nafsu tidak halalnya. Allah menjawab keinginannya. Ia ditakdirkan berpartner dgn sebut saja, mas Dono. Laki-laki yg memendam cintanya pd si janda sedari dulu, sewaktu mereka berdua masih unyu-unyu.

Dr sini kisah cinta dimulai. Mas Dono adalah supplier ayam hidup pd banyak pedagang, ia beristri. Madu adalah harga mati bagi istrinya, mendua sama dengan bunuh diri, no poligami!

Sang janda meski keadaannya lebih baik, masih pontang-panting mencari penyembelih ayam. Ia minta tolong ipar lelakinya, menolak. Ia mendatangi Modin (istilah laki-laki tua yg mengurusi hal-hal yg terkait dgn keagamaan). Rupanya usia senja tak selalu melancarkan acara sembeli-menyembelih. Pernah juga ia meminta tolong mas Dono namun khawatir istrinya menaruh curiga.

Mau tak mau ia harus belajar menyembelih ayam dgn tangannya sendiri. Akhirnya ia dapat melakukannya.

Ujian si janda membesar sesuai tingkat kepandaiannya dlm menangani dunia per-ayaman. Ia main hati dgn mas Dono. Mereka berdua kerap membunuh waktu bersama, mas Dono sempat membelikan perhiasan utk si janda. Barangkali dgn begitu mas Dono mudah raba-meraba, dan si janda rela, atas nama cinta. Menurutnya ia tak pernah jatuh cinta sedemikiannya, bahkan dgn mantan suaminya.

Tapi tidak dgn yg 'satu' itu. Mas Dono kerap merayunya utk bercinta, "Mas, aku memang setengah mati mencintaimu tapi tidak dgn cara terlarang aku membuktikan rasaku. Itu dilarang Allah." Well, entah ia bicara dgn nada dan mimik macam apa. Allah keren ya, bisa meniupkan burhan di hati si janda. Seperti Allah menghembuskan kilatan cahaya di akal Nabi Yusuf.

Rupanya perselingkuhan mewujud jika kedua belah pihak suka sama suka, kalau salah satu menidakkan tak kan terjadi. Iya si janda itu bukti konkretnya.

O iya, si janda sekarang memiliki rumah megah di deretan blok kavling lingkungannya, lebih megah dr perempuan bersuami sekalipun. Betul-betul atas usaha ayam yg diridhai Allahnya. Suasana batin seseorang mempengaruhi cara ia memandang Allah kan, Allah si janda belum tentu sama dgn Allah saya.

Si janda yakin betul dgn invisible hand-Nya. Dialog dgn putra pertamanya cukup mewakili keyakinan lugunya.

"Ibu bisa menegakkan rumah megah seperti sekarang, masa beli motor utkku masih mikir?" Protes sang anak yg bermata belo' sambil melotot.

"Nak, rumah ini tidak pernah terbayang oleh ibu sebelumnya akan seperti sekarang. Allah, nak, Allah Yg Mahakuasa memudahkan rizki ibu." Kali ini si janda menanggalkan kekakuannya dlm menghadapi putranya. Mereka sama-sama keras kepala, harus ada yg mengalah salah satunya dan itu tidak mungkin putranya yg berdarah muda.

"Kalau gitu, dana haji ibu ditunda saja, utk beliin aku motor." Si putra mata lebar tak kehilangan cara merayu ibunya dan memanjakan ego kakunya.

"Nak, uang muka utk ibu haji itu sudah menjadi milik Allah. Kalau usia ibu tidak sampai mengalami panggilan Allah, tolong usahakan kamu yg meneruskan ibadahnya." Si janda tahu betul dgn kekuasaan Allahnya.

Iya ada hal-hal yg di luar matematika manusia, pasrah adalah cara paling aman utk mensiasati hidup yg sarat dgn pergantian ujian. Siapa saja yg segera mengembalikan apapun pd Yg Maha Menguji, insya Allah ia selamat dr larangan-larangan Tuhan.

Pada awalnya akan ada tangisan, kekesalan, kekhawatiran dan bermacam emosi yg melemahkan. Namun jika seseorang menganggap itu sebagai lintasan-lintasan pikiran, maka insya Allah pikiran-pikiran baik yg menjadi pemenang. Bukankah segala peristiwa baik dan buruk terjadi atas ijin-Nya? Tak perlu dijawab.

"Goda saja manusia dr arah manapun tapi jangan ya bagi hamba-Ku yg menempatkan ridha-Ku di atas segalanya." Nasehat si janda pd saya, saat saya menyampaikan betapa yg lalu-lalu laki-laki hobi melintas di hati saya. Insya Allah dlm waktu dekat harus saya hentikan, dgn merayu Tuhan (beginilah, Tuhan saya jadikan senjata terakhir utk hal-hal yg di luar kapasitas saya). Tapi ke depannya eh mulai saat ini semoga Tuhan saya jadikan konsultan, baik saat ujian duka maupun suka, insya Allah. amin.

Al-Fatihah utk kita semua, amin... Sudah dulu ya, saya mau makan siang sambil membalas sms sepupu yg mau main ke rumah :)

Selasa, 04 Desember 2012

Pakaian dan Tanah Abang

Belanja, siapa yang tidak menyukainya?! Ada semacam kepuasan yang tidak mudah digambarkan ketika sedang belanja, entah belanja kategori nafsu ke berapa. Belanja kebutuhan rumah (belum) tangga pun beberapa kali aku bablas di luar budget, menyesal sih tapi rasa puasku mengalahkannya. Belanja buku apalagi, amat menyenangkan. Urusan belakang sempat membacanya atau tidak.

Ini bukan tentang sophaholic, sekali lagi bukan. Aku tahu diri, soal belanja aku cenderung tidak terlalu memanjakan. Ini soal kesenangan belanja busana dan semoga sebentar lagi aku memiliki kesempatan utk menjadi agen pakaian , semoga rizki rumah tanggaku bersama suami nanti, insya Allah. Amin.

Tanah Abang, surganya perempuan-perempuan penggila busana. Slogannya 'Pusat perbelanjaan terbesar di Asia' (entah Asia mana lupa). Entah sekedar iklan atau betulan. Di sana juga jantung perekonomian bagi sebagian warga Jakarta dan sekitarnya.

Betapa aku menikmati tiap momen yang diarahkan pandangan mata, pendengaran telinga dan proses tawar menawar. Eh kecuali bagian kelelahan berjalan yang sering akan mematahkan kaki. Tanah Abang amat sangat luas sekali, kawan. Jika ada yang bertanya blok-blok nya insya Allah aku paham.

Beberapa takdir yg terjadi di sana sempat kusyukuri sebagai media meraih keridhaan Tuhan. Perjumpaanku dgn pak Iwan, tukang parkir, memberi kemudahan tersendiri ketika berkunjung di tanah Abang. Bagaimana tidak? Entah kapan kami mulai akrab tapi serame apapun Tanah Abang aku tidak khawatir soal parkiran. Pak Iwan lah malaikat penjaga Vablu ku yg dikirimkan Tuhan.

Pak Iwan 5 tahun lebih tua dari usianya, barangkali rutinitas pergi pagi pulang petang dan debu kereta perjalanan dr Tangerang-Jakarta lah yg berhasil membuat kerutan di wajah sumeleh nya. Aku biasa menitipkan belanja ratusan hingga jutaan padanya sebelum melanjutkan ke blok lainnya. Kenyamanan yg melahirkan kepercayaan.

Porter. Penyedia jasa tukang panggul sempat membuatku mengadu pd Tuhan, "Masukkan mereka ke surga, ya Tuhan ya?! Tiap tetesan keringatnya, tiap tulang yg bengkok gara-gara berat barang yg dipanggulnya semoga Kau catat utk kemudahan dan keberkahan hidup keluarganya. Ya Tuhan ya?!"

Pedagang. Kebanyakan mereka org Padang dan Cina. Variatif sekali kelakuan mereka, ada yg ramah, jutek tidak butuh pelanggan, ada yg melayani dgn hati, juga kehangatan yg dipaksakan. Ada yg merasa pelayan juga majikan, bermacam karakter ada dalam diri mereka.

Jargon 'pembeli adalah raja' kadang berlaku dan acapkali tidak. Misal di Pusat Metro Tanah Abang, di sini mereka menjual grosiran. Umumnya penjual mengharuskan paling sedikit tiga pieces baju yg dapat dibeli utk satu model, itu sudah menjadi kesepakatan. Tapi di lapangan faktanya ada yg mengijinkan dua, satu. Juga ada yg jutek dan ngotot bahwa mereka jual grosiran. Nah dibutuhkan senyuman utk proses tawar menawar ini.

Penjual dan pembeli harusnya memiliki kesabaran tingkat tinggi dlm negosiasi ini. Penjual ramah.dan jujur, pembeli berani menawar dan sopan. Betul-betul membutuhkan jiwa negosiator tingkat tinggi. Senyum, sapa dan sabar.

Pak Ogah, si penyelamat lalu lintas transportasi. Ada yg tengil hanya mengharap imbalan juga ada yg betul-betul dr hati mengatur kemacetan Tanah Abang dan sekitarnya. "Gopek dulu doooong." Yep, pak Ogah.

Pedagang nasi, jamu, buah, gorengan, minuman, asesoris dll. Kebanyakan perempuan, sang pahlawan kasih sayang dan guru kehidupan. Masya Allah... Ada yg suaminya meninggal, macem-macem.

Preman. Premanisme di Jakarta sangat terorganisasi dan menggurita. Mereka dapat jatah dr pedagang kaki lima yg kepanasan, dan bayaran itu tidak menjamin nasib pedagang kecil-kecilan aman dr gusuran satpol PP. Bayangkan utk tanah seluas meja makanku mereka harus membayar 500rb per bulan pd preman-preman.

Apapun yg terjadi aku sangat menikmati aktifitas belanjaku. Entah itu mengantar teman, keponakanku yg memiliki toko baju di Tuban dan atau utk kujual sendiri. Semoga ketika aku menikah nanti eh sebentar lagi salah satu rizkiku dan suami ada di Tanah Abang ini, membelanjakan teman-temanku di daerah. Mengikuti jejak rasul. Amin...

Minggu, 02 Desember 2012

Hujan

"Tin, gw ngadepin tantangan dua kali lipat dibanding orang lain."
"Maksud kamu apa, cin?"
"Kemarin gw deal-dealan kerjaan. Setelah menejer tahu kalau gw low vision, kerjaan dibatalin."

Percakapanku bersama sahabat, saat matahari siap tenggelam, saat tukang parkir menyapu halaman sebuah bank. Ia rupawan, cabi menggemaskan, cara ia bicara mengesankan laki-laki matang dgn emosi yg stabil, sarjana, aktifis anak jalanan, penyayang.

"Teh, knp musti gw nggak bisa denger dgn jelas sih? Gw pengen lolos presentasi UAS, gw pengen sarjana." Kalimat indah utk modal kenalan sama Tuhan, dr hati adiknya sahabatku.

"Tuhan, adakah laki-laki  baik yg rela menemani malam-malamku? Segera?" Status teman FB-ku (juga jeritan hatiku yg tercabik-cabik sebetulnya). Janda tak beranak, wajah dan suaranya cantik, hatinya? Semoga.

Hah hah hah... tuhan macam apa yg membiarkan sahabat baikku matanya berkaca-kaca sebab low vision yg membuatnya menghadapi tantangan dua kali lipat drpd kebanyakan orang? tuhan macam apa yg tega mengaburkan pendengaran adik sahabatku hingga ia sedih akan kesarjanaannya? tuhan macam apa yg menunda pasangan janda kesepian itu? ah tuhan macam apa...
#memutar lagu 'imagine' nya om John Lennon

Jumat siang, hujan dan tidak menahan laju motorku utk menyusuri jalanan. Harusnya pukul 14.00 aku berada di bus sejuta umat menuju Kp. Rambutan, berganti bus ke Karawang lanjut ke Garut meramaikan pernikahan adik sahabatku. Tapi pukul 14.00 aku masih bersama vablu, telat sejam. Itu alasan aku menembus hujan. Hujan sepanjang jalan, kencang dan berhasil membuatku deg-degan.

Minggu jelang siang. "Abla*, alhamdulillah kemarin kita duduk dan basah kuyup dgn AC dingin aduhai ya eh sekarang kita berdiri hampir dua jam dan kegerahan." Kata sahabatku yg memiliki jiwa pasrah dan hati bersih. Menderita masih sempat ber-hamdalah ria. Hah apa ituuu????!!

Tiba di Jakarta, hujan menyambut kedatangan kami lagi, dan lagi. Aku tak peduli dgn air hitam  menggenang, air yg bercampur dgn pipis laki-laki sembarangan. Mungkin. i don't care! Yg kufokuskan bagaimana menikmati sofa coklat di yayasan sahabatku. Kutembus air kimia itu, berpacu dgn menit dan jam.

"Setibanya kita di yayasan aku janji bakalan menjama' akhir Zuhur dan Ashar biar tidur siangku memanjang." Ucapku dgn alis terpaut dan mencari alasan utk menyambut keringanan musafir jalanan dr Tuhan. Yup sepadan dgn perjuanganku yg berdiri hampir dua jam di bus Karawang-Jakarta dan paginya berthawaf menemani orang tua sahabatku jalan-jalan di pasar pagi, mungkin dua KM. Iya aku yg amat sangat jarang sekali jalan kaki tiba-tiba memasang tampang baik-baik saja di saat kelelahan hampir pingsan. Demi menjaga kebahagiaan orang tua sahabatku. Baik kan aku? Ngomong-ngomong aku tak butuh jawaban.

Tiba di yayasan. Masih hujan. Aku makan sisa gorengan daaan, "Abla*, kunci vablu mana? Abla nggak mau hujan-hujan biarlah vablu kami mandikan." Kulempar begitu saja kunci motor yg kata teman motor seken saking dekilnya, padahal itu motor Pebruari 2012 bersamaku dan baru dr dealer. Aku melamun eh mematung dan memikirkan betapa aku dan mereka bertiga sama-sama tepar tapi rupanya mereka mau menjinakkan hatiku utk menangis bersama hujan sebab keterharuan persaudaraan yg mereka ciptakan. Kalau pas begini aku lupa mendemo Tuhan dan semampuku melaksanakan apa itu kebaikan.

Lalu kusaksikan mereka bertiga meraba tubuh vablu dgn girangnya. Pemandangan itu yg mencabut janji utk mengakhirkan salatku. Seketika aku salat Zuhur sambil mendoakan kebaikan utk mereka. Aku tidak memanfaatkan keringanan Tuhan, malu mengingat betapa aku sering main-main dgn waktu.

Sofa coklat melambai utk kutiduri. Penghuni yayasan paling muda, Lela, sibuk membawa ember dan eh? Hah? Banjir? Di lantai dua? Apalagi iniiih???!! Ini kali kedua air masuk ke kamar tanpa basa-basi, dulu juga tapi kedapatan sebelum air menggenang dgn tanpa rasa bersalah.

Tanpa diminta otomatis aku ikut mengepel, rupanya banjir di lantai dua ini alasan yg membuatku terharu saat mereka memandikan vablu tadi lalu menjadi tindakan kerja bakti yg tak dipaksakan. Dgn bergaya seniman aku mendeklamasikan, "tuhan macam apa yg menghadirkan ujian beruntun dr Jumat hingga Minggu? Siang, siang?" Mereka tertawa melihatku sambil beristighfar.

Iya... Ini bagian akhir kisahku. Aku sangat pandai sekali menulis atau mengungkapkan kalimat umpatan utk mencandai keadilan Tuhan tapi ideku habis utk menjelaskan suasana kebahagiaan, cinta, kasih sayang dan emosi-emosi surgawi. Bahagia itu tindakan toh? Bukan lagi sebuah perencanaan atau bunyi-bunyian kalimat gombal. Jika cinta yg mengepung rasaku biasanya aku melanjutkan dgn tindakan yg dianggap baik oleh umum dan berusaha utk tidak menyusahkan mereka, org kebanyakan itu.

Beberapa hari lalu aku membaca takdir menurut rektor UIN Jakarta, "Banyak dijumpai ayat al-Quran yg bicara ttg takdir berhubungan erat dgn hukum alam yg mengandung kausalitas sebab-akibat. Ada yg kita ketahui dan tidak sanggup kita ketahui penyebabnya."

Singkat kata, ada peristiwa yg jarak sebab dan akibatnya pendek. Contoh tangan tertusuk duri, maka jarak sebab-akibatnya langsung berupa sakit. Kausalitas dr aktifitas dunia hanya akan dijumpai di akhirat nanti, aku termasuk dr mereka yg meremehkan karena akibatnya tidak langsung.

Pak rektor mengingatkan secara tdk langsung dr konsep takdirnya itu, utk berhati-hati dlm memilih keputusan. Beorientasi pd kausalitas akhirat yg cenderung diremehkan. Iya manusia memiliki kebebasan penuh utk melukis takdirnya, apakah akan ia putuskan utk mengeluh saat pailit? Kikir ketika kaya? atau... Mengisi takdir mereka dgn sayap sabar dan syukur? Menghamba pada-Nya dgn rasa cinta dan tak mengharap apa-apa? atau...

Mari kita serahkan pd akal dan hati utk memutuskan, apakah mereka berpihak pd jasad? atau setia pd ruh (sesuatu yg paling Ilahi dr manusia)?... Semoga kita tergolong ke dlm org-org yg diberi nikmat, bukan org yg dimurkai atau disesatkan, amin...

*Abla adalah panggilan utk sodari (perempuan ya) :)

#Menanti Subuh sementara cahaya mata mulai meredup...
"Akalku, hatiku, nunggu salat Subuh tertegakkan ya baru boleh tidur! Ini perintah dr Ning Farrah."

Minggu, 25 November 2012

Solitaire

Aku takut melihat diriku kecil, tak berarti
Sementara di depanku terhampar semesta yg mahabesar
Dan tak terjangkau garis tepinya

Takut melatari pertemuanku dgn Musa
Siapa duga ia dapat menjembatani gelisahku yg mendera
Mataku berbinar melintaskan kemesraanku bersama juru bicara-Nya

Ah malang nian
Dia pun menggigil usai melakukan dosa
Terucap melalui lisannya, "Tuhanku, aku fakir terhadap kebaikan yg Engkau turunkan kepadaku."

Duhai sang juru bicara-Nya
Tak dapatkah kau melihatku? Sejenak saja
Aku pergi dan tak menoleh lagi
Meninggalkan sang pemberani itu
Di bawah pohon meratapnya

Terperdaya aku dibuat
Menyaksikan dunia bagaikan taman raksasa yg begitu memikat
Aku murka, rupanya dunia tak seindah permukaannya
Kulaknati semua yg ada di hadapanku
Sebagai sumber deritaku

Aku pergi dgn membawa angkara
Mencari dukungan di belahan dunia
Hanya aku sajakah yg dibuat terpukau
Lalu dikecewakan oleh aneka warnanya?

Dadaku sesak hampir meledak
Ingin meraih kemuliaan Yunus
Kutanya keberadaannya, "Di mana?"
Lautan. Serempak penduduk itu menunjuk arahnya

Sesak semakin menjadi-jadi
Saat kudengar lantunan di ruang gelap,
"Tiada Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh aku adalah orang yg amat pandai menzalimi diri sendiri."

Aku berjalan dengan perasaan hampa
Tetiba di daerah asing bekas reruntuhan
Ingin kukantongi petuah dr hamba yg Selalu mengucap syukur di mulutnya
Ingin kucuri resep ketenangannya

Hah? Apa ini? Jangan kan bicara
Menggerakkan mulutnya saja ia tak bisa
Belatung mengerubuti lisannya
Seperti semut menempel di lautan gula
Lirih kutangkap suaranya,
"Tuhan, aku ditimpa bahaya. Dan Engkaulah Sebaik-baik Penyayang di antara penyayang."

Sebelum muntah oleh kebusukan baunya
Aku lari bergegas meninggalkan lelaki penuh luka
Pencarian terus kulakukan
Aku mendengar ada lelaki paling pengiba
Di ujung sana
Pernah ia menjamu malaikat yg diduga manusia, olehnya
Dengan daging

Aku tak mampu melihat karisma wajahnya
Ah paling penting aku membawa mewarisi nasehatnya
Lelaki pengiba ini memuja dgn intim
Sebuah doa terlantun dr jiwa hanifnya,
"Tuhan, Anugerahi aku sebuah hikmah
Dan himpunlah aku ke dalam golongan orang-orang salih."

Tanganku menjadi dingin, kaki beku
Kepala sepadan dgn lima juta ton besi
Menggelayutiku
Mataku gelap seperti banyak kunang
Di mulutku hanya terucap,

"Rabbii innii limaa anzalTa ilaiya min khairin Faqiir."
"Laa ilaaha illa Anta, SubhaanaKa innii kuntu min al-Zaalimiin."
"Rabbii innii massaniya al-Dhurru wa Anta Arham al-Raahimiin."
Rabbii hab lii hukman wa alhiqnii bi al-Shaalihiin."

#berkurang usianya ya, semoga berkah dan produktif saja sisanya, amin :)

Nasib

"Kau pangeranku, jatuh ke kali, berkali-kali." Hah hah hah bocah-bocah perempuan tetangga sebelahku memadu suara mereka saat kutulis curhatan ini, mereka berempat dan semangat (maklum belum pernah patah hati sepertinya). Entahlah apa hubungannya lagu tsb. dgn judul nasib atau dgn suasana hatiku saat ini, barangkali nothing tapi aku suka aja menjadikannya pembuka dari postingan kali ini.

Rak sepatu yg berantakan, kotoran ayam dan Tikus yg belum tersiram, jemuran baju dua hari lalu yg belum kuangkat, sarung ungu dan dua celana dalam yg dari kapan teronggok begitu saja di kursi seharga sejuta, empat motor terparkir awut-awutan dan kerudung pasmina buah tangan dari Mesir saat aku menjadi penceramah majlis ta'lim komplek perumahan tempat tinggalku (aku jadikan tatakan my ass). Demikian atmosfir terasku dan aku tetap melanjutkan tulisan ini sebelum ide melambai pergi.

Ittaqi sedang memasak utk makan malam, Syifa main lap top (mereka keponakanku). Arif (pacarnya Ittaqi dan kelihatannya mereka saling mencintai sehidup semoga semati jangan) dan Anto (rekan kerja Arif dan Syifa) menonton Tivi. Ya aku tetap autis dgn kalimatku sendiri sebelum ceritaku dibawa angin dan tak kembali. Bebal kah aku tak membantu Ittaqi menggoreng omelet? Ah mungkin iya mungkin tidak.

Beberapa menit lalu aku membaca dua pesan singkat beriringan dari sahabatku. Menanyakan apa aku di rumah dan ia minta tolong agar gerbang pintu kubuka, hujan katanya. Saat sms kubaca hujan tak lagi rinai. Iya aku tidur dan hp aku Fligt mode kan saat ia datang kemari. Oh harusnya aku istighfar ratusan kali utk kebaikan hati sahabatku dan pengantarnya namun kuabaikan. Pengantarnya siapa ya? Siapa lagi kalau bukan perempuan berotak empat yg memberi arloji Alexander Christy pd hari lahirku tahun ini dan aku menyayanginya sesekali tidak juga memahaminya. Tapi aku tetap menulis mengejar makna meski lintasan demi lintasan pikiran itu bertamu di alam abstrakku.

Sabtu. Harusnya aku tiba di kampus pukul 09.00, namun pukul 10.00 masih tergeletak macam Zombi di ranjang. Ada panggilan dari sahabat sekaligus rekan bisnis baju, ia mengabarkan empat gamis terjual. Buka FB ada postingan amalan 10 Muharam, postingan itu yg mempercepat aksiku melakukan kebaikan di hari Sabtu. Mandi lalu pergi ke kampus. Ada acara motivasi utk siswa SMU 70 yg tadinya hobi tawuran. Aku dijadualkan menjadi konselor satu di antara mereka usai acara motivasi oleh guru pikir kami. Aku juga bertugas mengumpulkan dan membaca ujian tulisan Kahfi ustad. Tapi aku belum pernah berjasa yg tak terbalaskan utk almamater Kahfi, iya aku yg selalu mendapat pencerahan dari kampus pikir tsb. Ah.

Jum'at. Bolos kerja, memanja pd batuk berdahakku. Siangnya aku sempat pergi ke dua kampus mengumpulkan data, institusi mana yg cocok utk menjinakkan nafsu sekolah lanjutanku. Perjalanan kulanjutkan ke Istora Senayan menilik pameran buku bareng sahabat yg kerap menjadi musuhku. Kami betul-betul akrab saat itu, lupa beradu mulut. Rp.350 ribuan cukup utk membawa pulang 6 buku fiksi dan 11 buku ilmiah (salah satunya, 'Romantic Intellegence' yup agar aku lebih cerdas bercinta). 1 buku cerita dan kaos kubawa pulang berkat keberanianku eh kenekatanku (seperti biasa mengajukan pertanyaan tak bermutuku saat seminar berlangsung).

Indonesia Fair 2012 yg mengusung tema kreatif menakdirkanku utk menatap mata mas Ken Dean begitu juga ia membalas tatapan dan mensenyumiku bahkan memberikan kaos hitam secara langsung padaku. Mas Ken Dean, petinggi kaskus mensosialisasikan buku sepak terjang bisnis on line nya terbitan Gramedia. Ramah, hangat, energi positif yg berlelehan seperti es krim utk menaklukkan dunia. Itu spirit yg kutangkap darinya.

Pak Zaenal, masih rangkaian Indonesia Fair. Laki-laki tua yg kucel, memiliki tatapan mata tegas dan ramah atau entah istilah apa yg tepat utk menamakan pertanyaan pembukanya padaku. Ia berbincang pada seseorang di sampingnya tentang bisnis dan, "Sahamku Rp. 200.000.000, pak." Jawaban partner bicara pak Zainal saat ia tanya-tanya entah bisnis apa. Sang partner tsb sambil mengangkat dagu saat pembicaraan berlangsung, entah apa maknanya. Ah pak Zainal, laki-laki kucel dgn sejuta keingintahuannya.

Usai seminar pak Zainal menyapa mas Ken Dean dan mengajaknya bicara, mas Ken petinggi kaskus itu membungkuk (tinggi badan mereka mencolok) dan mas Ken merendahkan gesture nya (hatinya juga mungkin). Tapi tidak dgn mata partner 200 juta, matanya atau mataku bicara sesuatu ttg laki-laki kucel, pak Zainal. Kami berpamitan dan maaf makasih terucap dari bibirku utk mewakili hati dan pikirku saat ribut mengawasi gerak-geriknya tadi.

Demikian rentetan takdirku selama tiga hari. Siapa yg tahu Jum'at aku mengalami kesenangan, siapa sangka Sabtu aku diingatkan ulang utk mempertanggung jawabkan  hasil pikiranku secara jantan dan siapa duga Minggu aku begitu mengecewakan orang yg kusayangi dan kuhormati. Siapa kira? Sungguh tak terlintas peristiwa sedetail itu di pikiranku. Sungguh.

Pebisnis, penulis, pembicara. Tiga potensi yg dialamatkan seorang sahabat utkku, aku dapat menjalankan tiga peran itu katanya. Benarkah? Siapa yg tahu, sebaiknya kuanggap doa saja. Sang suplemen dan santun, karakter yg dihadiahkan pdku. Itukah citra diriku? Wallahu A'lam, semoga doa itu menambah kerendah hatianku.

Aku tidak akan pernah dapat membaca pikiran Tuhan terkait nasibku kecuali dgn izin-Nya. Aku, di dalam aku terkumpul keburukan dan kefanaaan. Jika bukan berkat kemurahan Tuhan mana mungkin sampai detik ini masih ada yg mengasihiku. Aku, makhluk cacat karakter yg jauh dari kesempurnaan ini kalau bukan karena Tuhan telah Menitahkan Diri-Nya sebagai Mahacinta mana mungkin masih disayangi orang-orang sekitar yg memaklumi aib dan kelemahanku. Aku ya dalam 'aku' ku terdapat modal utama utk mengenali siapa Tuhanku. Semoga kita semua diberi kekuatan utk mengenali diri dari pintu mana pun; dari keinginan nafsu, dari pemikiran hati, dr sehat dan sakitnya akal, dari bergejolak dan tentramnya jiwa dan dr kemurnian ruh. Dan buruk baiknya takdir berasal dari terjaga atau rusaknya utk mengkomunikasikan komponen-komponen lunak tsb dgn Tuhan.

"Duhai sang Mahahidup, sang Mahategak... Dgn kasih sayang-Mu, kami betul-betul meminta perlindungan, tolong jangan biarkan nafsu kami menjadi pengendali dari keinginan kami, jgn serahkan kami pd nafsu kami sekejap mata pun dan perbaikilah keadaan kami." Doa Fatimah az-Zahra, jg ada dlm hadis riwayat imam Tirmidzi.

#curhatan ini diiringi lagu mas Daniel Bedingfield, 'Honest Question'


Kamis, 22 November 2012

Aku dan Dua Perempuan Hebat

Aku mulai dari mana ya, agak bingung sih meski kepalaku berisik mirip ibu-ibu sedang menggosip. Um ini soal penyelidikan dgn metode klasik; diam-diam. Diam-diam mengamati, diam-diam membaca, diam-diam memberi penilaian. Yuhuuu aku berbakat menjadi detektif rupanya.

Laki-laki. Makhluk paling seksi inilah yg menyadarkan kesaktian intuisiku, tentu setelah mereka meninggalkanku. Yipi yipi... Mulanya aku jatuh cinta pada seseorang, sempat direspon, sempat membahas pula apa yg hendak kami lakukan setelah pernikahan. Kandas di pinggir jurang (ya) tidak hanya jalan. Hari-hari kuisi dgn perasaan tidak menentu, tiba-tiba menangis tanpa alasan sejurus kemudian tersenyum tidak karuan.

Mas yg kujatuh (cin)tai itu bisa tertarik lagi dgn perempuan. Awalnya aku ingin mengkrimbati rambut si mas sambil aku jambak gitu deh, jika perlu aku pangkas rambutnya sampai botak biar perempuan yg ia taksir eneg. Ya kriminalitas pikiran dan itu lebih berbahaya drpd penjahat betulan. Tapi aku tidak melakukannya, kawan, mana mungkin... Cintaku padanya memadamkan kecemburuanku, selalu begitu. Ujungnya aku menjadi tidak berkelamin, perempuan bukan, lelaki bukan, banci? Eh apalagi. Akhirnya aku terbiasa dgn sikapnya yg terus terang naksir itu perempuan.

Perhatian terus kugencarkan, tentu dgn usahaku melempar rayuan-rayuan tak bermutu dan kaku. Respon tidak berbanding lurus, sodara. Pintu hatinya tertutup sudah utkku. Sempat terpikir olehku, aku, ya aku menguntit dokter kenamaan yg ahli menyuntik mati pasien lalu aku mencuri resep obat tsb utk kusuntikkan di lengan kananku. Mati dgn mudah & tidak menyusahkan banyak orang. Lagi-lagi aku mengurungkannya, entah sebab faktor apa.

Rengekanku tidak mempan. Aku penasaran tingkat tinggi perempuan macam apa yg membuatnya begitu jatuh cinta. Untungnya Allah Baik mengirimkan mimpi, dlm mimpi aku melihat sosok perempuan berjilbab lebar dibonceng mas itu. Anehnya si mas mengendarai Varioku dan mbaknya menoleh ke belakang, aku lupa-lupa ingat ia melihatku atau itu simbol ia mengingat masa lalunya.

Pencarian identitas si mbak kulanjutkan. O iya jgn harap aku membagi trik jitu penyelidikanku di sini ya, di samping malu jg akan melanggar kode etik penghormatan terhadap citra diriku. Segitunya aku mencintai mas itu sampai aku rela membunuh keakuanku. Jgn jg mengimajikan aku melakukan hal-hal yg tidak terhormat, tidak. Bahkan aku tidak menjadi teman mbak itu di jejaring sosial manapun.

Perempuan berkarakter kuat. Penuh visi misi, begitu spiritualis, penggila ilmu, jiwa dinamisnya mampu bersahabat baik dgn waktu, jiwa sosialis tinggi, dedikasi kemanfaatan pd lingkungan yg penuh harmoni, selalu menatap ke depan, rapuh tapi tidak ia biarkan menghancurkan cita-cita yg dipilihnya dgn hati, bakti pd orang tua yg sungguh luar biasa, sayang pd sesama yg sedemikian kasihnya. Sungguh ia benar-benar perempuan yg dapat berkomunikasi dgn baik kpd dirinya sendiri maupun lingkungannya. Hampir tidak kutemui kecacatan. Dgn diam-diam pula aku pengagum rahasianya.

Wajar kalau mas itu tak menyisakan perempuan manapun di ruang hatinya selain mbak setengah dewi tsb, including me. Hah hah hah, aku tahu borokku, citra diri yg kuperankan saat ini sangaaat jauh dari karakter mbak setengah dewi tsb. Setauku, ya aku tukang ngamuk-ngamuk. Akhirnya aku sedikit rela jika mbak setengah dewi itu yg akan merawat mas yg kutaksir, ia berada di tangan yg tepat pikirku. Eh alam mengabarkan mereka putus. Mas itu sedang limbung-limbungnya sekarang. Entahlah Allah memang begitu, kebijakan-Nya menyebalkan pd awalnya, nanti lama-lama manusia akan paham sendiri dgn keputusan-Nya.

Laki-laki kedua didatangkan Allah dlm hidupku, sekitar Mei akhir 2012. Ia menemaniku hingga pertengahan September. Saat aku hendak mengiyakan hubungan kami ke jenjang yg lebih serius eh ia lelah menunggu sinyal penerimaan dariku katanya. Sepekan sebelum ia bilang telah tertebak olehku ada 'perempuan lain' yg menjadi fokusnya. Benar saja aku tak perlu ilmu cenayang utk menguatkan intuisiku ini.

'Perempuan lain' ini menawarkan pertemanan pdku, kukonfirm. Suatu hari aku komentar pd status di akun jejaring sosialnya yg sangat menarik perhatianku. Ia inbox pdku, bertanya perihal hubunganku dgn lelakinya. "Sodara ketemu gede, mbak." Kujawab dgn santai tanpa beban kekhawatiran sedikit pun. Kami menjadi akrab di permukaan, hatiku sih masih ngiri dgn kecantikan wajahnya. Tapi alhamdulillah iri itu tak sampai mendorongku utk menyiramkan air raksa di wajahnya.

'Perempuan lain' dgn wajah aduhai, tidak hanya berhenti di situ. Karir pekerjaan yg keren, memiliki jiwa manja yg didambakan laki-laki dan prestasi akademis yg wow dgn koprol tingkat tinggi. Semuda dan sesibuk dia dapat membagi waktu kuliah pasca sarjana di dua kampus yg berbeda. Insya Allah ia akan merawat dgn hati pasangannya kelak. Jgn membandingkan aku dengan 'perempuan lain' ini ya, jauh, jauuuuuh, rek. S1 ia tempuh 3,5 tahun. Aku? 9 tahun, itupun plus tanda tangan di atas kertas berkop UIN Jakarta dgn sasaran perjanjian penyelesaian studi. Judul huruf kapitalnya, 'SURAT MAHASISWA KADALUARSA' eh ampun deh tidak hanya makanan yg basi, manusia macam aku juga.

Satu hal yg membuatku berterima kasih pd diri sendiri setelah apa yg terjadi, iya aku tidak melakukan tindakan hina apapun pada kedua perempuan hebat di atas. Semoga kelak kami (aku, perempuan setengah dewi dan 'perempuan lain') kelak berkumpul di surga lewat jalur pintu ketaatan pd suami kami masing-masing, amin....


Rabu, 21 November 2012

Impian

Menulis adalah caraku berbicara pada Tuhan yg kumulai dari bicara pada diri sendiri. Jika lahir tulisan bisa dibilang hatiku baik-baik saja. Sampai di kata ini aku masih menjemput apa yg mewakili kondisi 'baik-baik' tsb.

Well, tadi malam aku nekad mencumbu angin, tiba di rumah pukul 01.30. Padahal badanku menggejala apa yg diistilahkan pesakitan. Badan panas tapi merasa dingin, pilek disertai batuk berdahak, sakit kepala bagian belakang (yg ini tidak selalu menyerang), kalau sengaja kupikirkan dan kurasakan...dada sedikit sakit. Beberapa jam lalu hujan berbicara pada hatiku, geledek bertalu-talu. Entah Tuhan ingin mengabarkan apa pada bumi, khususnya aku. Lampu padam.

Situasi macam itu pas sekali utk meliarkan pikiran. Ketakutan ada ular besar mampir ke ranjang mengecup kakiku dan meninggalkan racunnya, aku berjalan tak tentu arah lalu menginjak tikus dan aku panik menjerit kesurupan daaan berakhir tragis.

"Seorang (calon) mahasiswi pasca sarjana sebuah perguruan tinggi negeri di Jakarta ditemukan tewas terkapar dalam kondisi mengenaskan. Rambut acak-acakan, kaki memar disertai luka segar yang diduga keras dipatok ular dan mulut ternganga lebar bekas Tikus beranak pinak." Lalu salah satu koran Tangerang Selatan mengambil gambar tempat tinggalku utk diabadikan. Sampai ke sana imaji jahat menuntunku dgn romantisnya.

Aku terselamatkan pesan singkat mbak pertamaku yg akrab kupanggil 'encik' ya mungkin gara-gara teman mainnya dulu kebanyakan dari warga keturunan atau Cina (aku ndak paham mengapa penyebutan Cina dianggap kasar). Tapi aku lebih suka menyantumkan kata Cina, di memoriku terdapat perempuan sipit cantik-cantik, bermobil, tinggal di apartemen/perumahan mahal berlokasi beberapa kilo meter dari tol. Cina, Cina, Cina. Nyatanya Cina memang penguasa, ya di pusat perbelanjaan Tanah Abang ya di pusat elektronik Glodog kota ya perumahan-perumahan elit. Oh Cina, pribumi cukup puas menjadi kacungmu.

"Emak pengen denger suaramu, nduk." Pesan singkat encik Mala, belum kubalas sudah nongol panggilan tak terjawab darinya. "Aku bicara sama Tuhan dulu ya." Pesan balasanku tak kalah singkat.

Salat petang tertegakkan. Kunyalakan teplok (sampai adegan ini lampu masih padam) pemberian emak dulu saat lagi anget-angetnya patah hati, katanya sebagai hadiah supaya aku tak menganggap dunia seluas daun kelor. Hah ada-ada saja emak polosku ini, masak teplok bisa menggantikan kemuliaan patah hati. Heylooow... Bisa nggak sih ngelucunya nggak jayus-jayus bangets!!! Eh barusan aku ngatain emakku ya? Astaga, emak, ampun. Ridha dan murka Allah ada di tangan panjenengan.

"Gi mana kabar masmu? Keuangannya bermasalah katanya ya? Hei ingat usiamu, nduk, ndang cepet nikah aku kepikiran. Eh azan Isya, wes disik yo aku arep jama'ah." Hobi emakku, yang ditelp siapa yang ditanya siapa. Ribut minta ditelp giliran ada kesempatan bicara aku ditinggal demi azan Isya. Dari dulu emakku memang ajaib.

Tak lama setelah itu lampu menyala. Tivi  Satelit aku hidupkan daaan nonton film sambil baca postingan teman-teman di FB. Gus Hamid memosting 'Impian Sejati'. Masya Allah seperti aku dinasehati lagi untuk mempertanyakan impian-impianku selama ini.

Begini. Postingan itu bercerita seorang pemuda mendatangi bijak bestari dlm keadaan galau stadium empat lalu bertanya apakah impian sejati itu? Sang bijak bestari tanpa ba bi bu langsung menyodok pemuda ke kolam. Sialnya pemuda itu tak dapat berenang, setelah kelelahan dan habis nafas sang bijak menyelamatkan si pemuda dan berkata sambil memasang wajah tampan bercahaya, "Nak, impian sejati adalah sepadan dgn kebutuhanmu akan nafas sewaktu kau hampir mati tadi." Mak jleb nasehat bejat berengsek ini eh bijak bestari maksudku.

Ya ya ya aku harus bicara terus sama Tuhan. Semoga DIA mau banget mengawal, menjaga dan tidak menyerahkan keinginanku pd nafsuku sekejap matapun. Penyerahan emmm semacam penjagaan dari Zat yg tidak pernah tidur dan Maha Mendengar kebutuhan hamba-Nya gitu deh.

Ranjang berdarahku sudah melambai, aku harus segera memasrahkan tubuhku pada kenyamanannya. Makasih bagi yg menyempatkan membaca.... Aku baca ayat kursi dan al-Mulk dulu yaa dgn harapan dua surat maut itu menjadi perantara penjagaan Allah terhadap tepatnya salat Subuhku. Waktu menunjukkan pukul 01.00 bo'! Adduh bisa bablas Subuh aike...

*Bahwa dia yg kaya juga harus terlihat bermoral dan baik (eh kaya? Siapa nolaaaaak! Astaghfirullah ini keinginan nafsu apa keinginan-Mu? Jika keinginan-Mu ingatkan aku utk salat taubat dan hajat yaaa)...

Selasa, 23 Oktober 2012

Mukena Solo

                                                   mukena Solo


“Allah, rambutku beruban, tulang-tulangku tak mampu lagi menyangga beban tubuhku, istriku mandul. Namun aku belum pernah kecewa dalam meminta kepada-Mu, anugerahilah aku seorang anak dr sisi-Mu, ya Allah.” Ucap Nabi Zakaria dgn suara yg lembut.

Dalam literatur agama, dikisahkan Nabi Zakaria seorang pemimpin tertinggi Bani Matsan, klan paling terkenal Israel, dahulu kala. Ia mencium bau pengkhianatan dr keluarga dekatnya, sepeninggalnya nanti ia khawatir agama Allah akan hancur dgn kemusnahan keturunan darinya. Di hatinya telah terpatri niat mulia, agama Allah tak boleh lenyap dr dunia ini, syukur-syukur penerusnya dr golongannya sendiri. Ia tak henti-hentinya berdoa.

“Ya Allah, jgn Engkau biarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah ahli waris yg terbaik.” Nabi Zakaria mengulang-ulang permintaannya. Ia dan istrinya adalah pasangan yg menyegerakan berbuat kebaikan, mereka berdoa pada Allah dgn harap dan cemas, mereka pasangan yg sangat fokus.

Nabi Zakaria adalah paman Maryam, sehingga kelak Maryam dlm pemeliharaannya. Ketika Maryam masih berbentuk janin, ibunya bernazar akan menjadikan janin tsb utk menghamba kpd Allah. Lahirlah perempuan suci, Maryam. Ia tumbuh dewasa, mewujud gadis belia. Mata, telinga, lisan, penciuman dan perasaannya terjaga dr apapun dan siapapun. Pertumbuhan yg sangat baik.


Singkat kata, Nabi Zakaria memiliki hak utk memelihara dan mengurusi keperluan Maryam selama pengasingan dlm penghambaan pd Rabb-nya. Setiap kali Nabi Zakaria mengunjungi Maryam di Mihrab, kamar khusus ibadah, ia mendapati makanan di sisi Maryam. “Hei ponakan, makanan dr mana ini?” Nabi Zakaria bertanya dgn penuh keheranan. Tak ada satupun makhluk yg mengetahui tempat pengasingan Maryam, pasti terjadi sesuatu yg mistis, semacam campur tangan Tuhan.

“Om, ini dari Allah.” Jawab Maryam dgn mantap tanpa penjelasan.

Meski telah renta namun pikun tak sudi hinggap di pikirannya, human error kali ini tidak berlaku utk orang tua sepertinya. Yes, ia satu-satunya yg mengetahui persembunyian Maryam, hanya dia. Seketika itu jg Nabi Zakaria melangitkan permintaannya pd Allah. Ketakjubannya tak boleh ia sia-siakan, harus diarahkan pd nilai keyakinan. Ia dlm suasana kebatinan yg luar biasa, seolah tak ada jeda waktu dan ruang antara ia dan Allahnya. “Allah, berilah aku keturunan yg baik dr sisi-Mu. Sungguh, Engkau Maha Mendengar doa.” Ucap Nabi Zakaria penuh lelehan air di matanya.

Tiba-tiba suara menggema di pikirannya. “Hei Zakaria, Allah memberikan berita gembira kpdmu dgn kelahiran Yahya, yg membenarkan firman dari-Nya, menjadi panutan, berkemampuan menahan diri dr nafsu jg ia seorang nabi di antara org-org salih.”

Ia kaget luar biasa, bulir-bulir kaca menembus kulitnya, ia merasa tak tersentuh ruang dan waktu. Namun ia tak hilang kendali, meski pikirannya membadai. Segera ia ajukan ketidakmengertian. “Allah, bagaimana mungkin aku mempunyai anak? Istriku mandul, aku seorang tua renta. Bagaimana mungkin?” Nabi Zakaria tetap memasang pikiran warasnya, ia khawatir kabar bahagia tsb ada was-was iblis di dalamnya. Segera ia meminta tanda atau bukti utk membenarkan berita luar biasa itu, dgn harapan ia terbebas dr bisikan-bisikan iblis.

“Hei Zakaria, bukti berita gembira ini adalah selama tiga hari ke depan kau tak dapat berbicara dgn manusia ya. Padahal kau sangat sehat dan dgn mudah melakukannya sebelumnya. Yup, Nabi Zakaria betul-betul puasa bicara. Meski secara verbal ia tidak dpt berkomunikasi, ia mengisyaratkan kaumnya utk mensucikan Allah di pagi dan petang.

Kisah Nabi Zakaria salah satu kisah faforitku. Di sana tertuang bermacam inspirasi; ajaran mental utk memupuk keyakinan atas doa yg dilangitkan, menjaga fokus (atau bahasa agamanya khusyu’) dlm berkomunikasi dgn-Nya dan ketika mengalami situasi mengharukan saat-saat itulah cepat-cepat melantunkan keinginan. Haru di sini benar-benar meng-off-kan otak kiri yg rawan kesetanan, tugas utama otak kiri sbg penganalisa dipensiunkan utk sementara.

Dua tahun lalu, entah hari ke berapa dr bulan Ramadan, aku ikut bukber guruku, om Bagus, di rumah koleganya (om siapa lupa). Di rumah tsb terdapat pajangan-pajangan buah tangan dr  luar negeri (sampe ada bufet khusus) yg menunjukkan penghuninya hobi melancong ke dunia. Selidik punya selidik memang istri dr kawan guruku adalah anggota PBB. Hidangan buka puasanya pun dr bermacam negeri tetangganya tetangga; Itali, Perancis dll. Tapiii bukan kesenangan-kesenangan tsb yg membuatku mengingatnya sampai hari ini.

Jumlah dan betapa wanginya mukena lah yg menguatkan ingatan bukber itu di memori pikiran bawah sadarku. Jumlah mukenanya puluhan. Yup, aku masih ingat betul terlantun dr mulutku utk mengoleksi mukena dgn harapan teman-temanku atau teman-teman suamiku (nanti eh sebentar lagi) ketika berkunjung ke rumah kami, mereka bahagia karena tidak mengantri mukena, kalau perlu siapapun yg mengunjungi rumah kami nanti dapet mukena satu-satu (amiiin).

Allah mengiyakan doaku. Beberapa hari lalu aku dapat hadiah mukena dr sahabatku yg domisili di Solo. Aku memilih ijo (denger-denger ijo warna ngetren di dunia sufi jadi aku ikut-ikutan menyukainya). Entahlah setiap tahunnya aku punya mukena baru, aku curiga gara-gara doaku di rumah koleganya om Bagus tadi. Lebih sopannya lagi mungkin aku terharu sangat, kok tumben-tumbennya orang kaya memerhatikan kelengkapan peralatan salat seperti itu (kekaguman ini mungkin efek hidup lama menggelandang). Mungkin banyak orang kaya yg begitu kali, mungkin.

*aku belum dapat endingnya tulisan ini, mungkin salah niat dr awalnya. Niat pamer mukena ijo dr Solo :))

Selasa, 16 Oktober 2012

Air Mengalir



 

5 W 1 H rumus dunia tulis menulis yang aku dapat dari pelatihan FLP Ciputat tahun lalu. Who, what, where, when, why dan how sebuah senjata penulis dalam mengembangkan ide cerita. Semua orang memiliki cerita, merasakan sebuah kondisi suka, duka dan atau suka duka secara bersamaan.

Ketika 5 W 1 H ini diajukan pada kita mudahkah kita menjawabnya? Siapa kita? Apa yg sudah kita lakukan untuk orang lain? Di mana kita memposisikan diri dalam lingkungan? Kapan kita harus merespon emosi atau mendiamkannya? Mengapa kita memilih akhlak-akhlak tertentu? Bagaimana semestinya kita memandang hidup? Menurutku butuh waktu seumur hidup utk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tadi, entah menurut orang lain. Kok kesannya horror ya, hidup kok serius amat gitu.

Begini ceritaku. Jika ada kalimat bijak, “Jadilah seperti air yang mengalir begitu saja.” Sepertinya aku memahaminya belakangan ini, setelah taubat memandang hidup dgn standar sendiri beserta ego yang begitu tinggi. Meski taubat jangan pernah menebak egoku menyusut ya, itu tak kan pernah terjadi, sodara sodari! Level taubat kan bermacam; ada tomat (taubat maksiat) hingga toha (tobat nasuha, denger-denger sih yg ini sebenar-benarnya taubat). Aku level tomat tadi, mungkin.
Kembali ke air tadi, betapa banyak sisi positif dr unsur alam tsb. Air bertugas menghijaukan bumi, melenyapkan dahaga dr tenggorokan, menyegarkan tubuh, mendominasi unsur tubuh. Ini analisa dangkalku, coba ya aku memakai teori insya Allah mungkin lebih keren lagi analisanya. Namun sifat air sangat plegmatis, ia mengikuti aliran yg rendah, tidak pernah melawan arus.

Beberapa hari lalu sahabatku, Nura, mengajakku untuk memenuhi panggilan rindu yang bertalu-talu. Kangen PAZKI, sebuah yayasan non profit yang menumbuhkembangkan kepedulian sbg nyawa yang menggerakkan hidup matinya tempat kongkow anak-anak jalanan.

Dari awal aku memang tidak memiliki ide untuk membagi apa-apa pada mereka. Yep tadinya pikiran bawah sadarku menganggap aku belum mahir menghadapi mereka. Aku suka bocah tapi kalau utk menggendong lalu mencium-ciumnya gitu sepertinya aku lebih memilih mengendarai Vablu (nama motorku) berkilo-kilo. Meski anaknya Ricard Gere pun lewat di depanku (aku jatuh cinta pd actor romantic tsb) aku jamin nggak bakal aku sentuh sedikit pun. Iya bocah telah dicipta dr sononya sepaket dgn kerewelan dan kedekilannya.

Anak jalanan. Terhadap istilah ini ada yg menganggapnya negatif, lebih-lebih aku. Begini pembelaan akal-akalanku. Mereka adalah sekumpulan pemuda-pemudi yg dikecewakan hidup, belum lg emosi yg acak-adul, bau bangkai naga dan persoalan-persoalan psikologis lainnya. ‘Af nyerah deh aku.

Namun senja itu sungguh sangat luar biasa, serasa aku di surga diiringi nada-nada kedalaman hati dan jiwa yg mengemuka. Aku tak perlu ber-ice breaking ria utk gabung ke kerumunan mereka, kami menyanyi dgn girangnya, tak ketinggalan pula gerakan jogetku yg tak jelas arahnya. Mereka pandai sekali menghibur diri dan orang lain. Anak-anak jalanan yg kata Nabi Musa ada Allah dlm hati mereka tapi rupanya aku-lah yg mencuri kedamaian dan ketenangan dr mereka, utk menenangkan hatiku yg khawatir pd masa depan dan trauma pd masa lalu. Seniman seperti mereka lebih mudah membaur dgn siapa saja, termasuk aku ini.

Aku membacakan mereka dongeng ttg setan vs Abu Hurairah, lengkap dgn mimic, intonasi dan gesture yg kupelajari dr guru pikirku, om Bagus. Azan berkumandang, salat ditegakkan. Setelah itu kami mengaji lalu menyanyi dan joget sembari menunggu makan malam. Kami pamit pulang, tadinya aku nggak begitu rindu tapi mengapa dgn sendirinya kerinduan pd mereka terobati?

Kami membahas pak Siswandi, manusia separo dewa. Lelaki pengiba, lelaki yg menggunakan hati ketika berkomunikasi dgn siapa saja. Melalui media hati itulah pak Sis mudah sekali membaur dgn siapa pun. Bagi adik-adik PAZKI, pak Sis adalah segalanya. Namun pak Sis wafat dgn sangat tiba-tiba. Aku termasuk orang yg kehilangan beliau. Pak Sis wafat dgn mewariskan cita-cita mulia serta 2 hektar tanah yg siap utk memfasilitasi adik-adik PAZKI.

Sebelum pulang kami doa bersama, melangitkan harapan kami ke depannya. Doa berbahasa Indonesia yg dimunajatkan salah satu didikan PAZKI, hah betapa syahdunya. Seolah Nabi Musa hadir di tengah-tengah kami utk mengamini. Otomatis air meleleh dr mataku, mulai saat itu aku sadar dan membatin, “Ndak mungkin air mengalir dr mata perempuan yg di hatinya tidak jatuh cinta pd anak-anak, aku hanya Cuma belum mahir menghadapi mereka. Mungkin.”

Sekarang aku duduk di kursi hitam, direktur utama tempat aku bekerja eh belajar menduduki kursi yg sama, mejanya tepat di depanku. Iya peranku saat ini menjabat  sbg manager operasional biro perjalanan haji dan umrah, aku yg belum pernah sekali pun mengandalkan ijazah utk mencari pekerjaan. Ijazah yg mendekam 2 tahun setelah pemindahan kuncir oleh Rektor pd hari keramat wisuda 2010 lalu.

Aku sudah mengikuti rapat dgn direktur utama yg sudah melanglang buana di belahan dunia dan direktur marketing yg menimba ilmu di negeri Kangguru. Mereka begitu ramah dan mengingatkan posisiku di sini hanya sekedar judul utk memudahkan org-org  yg akan kutemui nantinya. Kakak laki-lakiku jg menasehatiku kalau aku bukan orang kantoran yg mengantongi semilyar pengalaman kerja. Jadi beliau mengganti istilah kerja dgn belajar. Iya belajar, belajar, belajar. Apa itu belajar. Ah entah ujungnya ke mana peranku saat ini, yg penting belajar.

“Mbak, insya Allah kamu lebih ngetop dr Chairil Tanjung. Kamu orangnya polos, baik hati dan jujur.” Ujar laki-laki sekantor bagian dokumentasi, laki-laki yg menikah dua kali, laki-laki yg hobi menceritakan prestasi-prestasi gemilang semasa ia sekolah dulu, laki-laki yg ketika bicara lupa menyertakan titik komanya, laki-laki yg mendefinisikan cantik ketika ia nyaman dan sering mengajak bicara si pemilik ‘cantik' tsb. Aku merasa cantik, ia sering mengajakku bicara soalnya.
Hidup menurutku aneh. Bagaimana tidak? Aku orang yg petakilan, pecicilan. Kupikir keinginan yg kutata dgn rapih akan mewujud begitu saja, aku merasa melakukan ini dan itu pasti hasilnya ini dan itu jg, rupanya hasilnya malah anu. Aku menduga anak jalanan adalah sekumpulan makhluk tak berpendidikan namun rupanya mereka lebih pandai mengatur hidup ini dgn irama dan nada yg mereka ciptakan. Aku tidak kenal siapa Chairil Tanjung tapi aku dilebihkan dr beliau, yg melebihkan org yg baru kukenal pula dan entah sampai saat ini aku belum memutuskan utk menganggapnya ngaco apa betul-betul mendoakanku ngetop nantinya.

Aku benar-benar belum memahami hidup dgn utuh. Pak Sis dgn segala harapan mulianya pun dgn tiba-tiba diputus sm Allah utk berhenti menjadi wakil-Nya padahal menurutku betapa adik-adik PAZKI sangat membutuhkan belaian kasih sayangnya. “Kalau hal baik pun tidak abadi, apalagi hal yg buruk?” Aku mau gila memikirkan semua ini. Jadi apa sebetulnya yg penting di dunia ini? Berjalan saja, sewajarnya. Belajar mensahabatkan diri dgn kedalaman batin sendiri, dgn lingkungan, dgn alam. Selalu menjaga komunikasi yg baik dgn Tuhan. Apapun yg kita pikirkan, niatkan, lakukan semoga hanya DIA yg menjadi tujuan akhir dan ridha-Nya saja yg kita harapkan. Cuma DIA. Insya Allah sih yaa :)