Minggu, 25 November 2012

Solitaire

Aku takut melihat diriku kecil, tak berarti
Sementara di depanku terhampar semesta yg mahabesar
Dan tak terjangkau garis tepinya

Takut melatari pertemuanku dgn Musa
Siapa duga ia dapat menjembatani gelisahku yg mendera
Mataku berbinar melintaskan kemesraanku bersama juru bicara-Nya

Ah malang nian
Dia pun menggigil usai melakukan dosa
Terucap melalui lisannya, "Tuhanku, aku fakir terhadap kebaikan yg Engkau turunkan kepadaku."

Duhai sang juru bicara-Nya
Tak dapatkah kau melihatku? Sejenak saja
Aku pergi dan tak menoleh lagi
Meninggalkan sang pemberani itu
Di bawah pohon meratapnya

Terperdaya aku dibuat
Menyaksikan dunia bagaikan taman raksasa yg begitu memikat
Aku murka, rupanya dunia tak seindah permukaannya
Kulaknati semua yg ada di hadapanku
Sebagai sumber deritaku

Aku pergi dgn membawa angkara
Mencari dukungan di belahan dunia
Hanya aku sajakah yg dibuat terpukau
Lalu dikecewakan oleh aneka warnanya?

Dadaku sesak hampir meledak
Ingin meraih kemuliaan Yunus
Kutanya keberadaannya, "Di mana?"
Lautan. Serempak penduduk itu menunjuk arahnya

Sesak semakin menjadi-jadi
Saat kudengar lantunan di ruang gelap,
"Tiada Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh aku adalah orang yg amat pandai menzalimi diri sendiri."

Aku berjalan dengan perasaan hampa
Tetiba di daerah asing bekas reruntuhan
Ingin kukantongi petuah dr hamba yg Selalu mengucap syukur di mulutnya
Ingin kucuri resep ketenangannya

Hah? Apa ini? Jangan kan bicara
Menggerakkan mulutnya saja ia tak bisa
Belatung mengerubuti lisannya
Seperti semut menempel di lautan gula
Lirih kutangkap suaranya,
"Tuhan, aku ditimpa bahaya. Dan Engkaulah Sebaik-baik Penyayang di antara penyayang."

Sebelum muntah oleh kebusukan baunya
Aku lari bergegas meninggalkan lelaki penuh luka
Pencarian terus kulakukan
Aku mendengar ada lelaki paling pengiba
Di ujung sana
Pernah ia menjamu malaikat yg diduga manusia, olehnya
Dengan daging

Aku tak mampu melihat karisma wajahnya
Ah paling penting aku membawa mewarisi nasehatnya
Lelaki pengiba ini memuja dgn intim
Sebuah doa terlantun dr jiwa hanifnya,
"Tuhan, Anugerahi aku sebuah hikmah
Dan himpunlah aku ke dalam golongan orang-orang salih."

Tanganku menjadi dingin, kaki beku
Kepala sepadan dgn lima juta ton besi
Menggelayutiku
Mataku gelap seperti banyak kunang
Di mulutku hanya terucap,

"Rabbii innii limaa anzalTa ilaiya min khairin Faqiir."
"Laa ilaaha illa Anta, SubhaanaKa innii kuntu min al-Zaalimiin."
"Rabbii innii massaniya al-Dhurru wa Anta Arham al-Raahimiin."
Rabbii hab lii hukman wa alhiqnii bi al-Shaalihiin."

#berkurang usianya ya, semoga berkah dan produktif saja sisanya, amin :)

Nasib

"Kau pangeranku, jatuh ke kali, berkali-kali." Hah hah hah bocah-bocah perempuan tetangga sebelahku memadu suara mereka saat kutulis curhatan ini, mereka berempat dan semangat (maklum belum pernah patah hati sepertinya). Entahlah apa hubungannya lagu tsb. dgn judul nasib atau dgn suasana hatiku saat ini, barangkali nothing tapi aku suka aja menjadikannya pembuka dari postingan kali ini.

Rak sepatu yg berantakan, kotoran ayam dan Tikus yg belum tersiram, jemuran baju dua hari lalu yg belum kuangkat, sarung ungu dan dua celana dalam yg dari kapan teronggok begitu saja di kursi seharga sejuta, empat motor terparkir awut-awutan dan kerudung pasmina buah tangan dari Mesir saat aku menjadi penceramah majlis ta'lim komplek perumahan tempat tinggalku (aku jadikan tatakan my ass). Demikian atmosfir terasku dan aku tetap melanjutkan tulisan ini sebelum ide melambai pergi.

Ittaqi sedang memasak utk makan malam, Syifa main lap top (mereka keponakanku). Arif (pacarnya Ittaqi dan kelihatannya mereka saling mencintai sehidup semoga semati jangan) dan Anto (rekan kerja Arif dan Syifa) menonton Tivi. Ya aku tetap autis dgn kalimatku sendiri sebelum ceritaku dibawa angin dan tak kembali. Bebal kah aku tak membantu Ittaqi menggoreng omelet? Ah mungkin iya mungkin tidak.

Beberapa menit lalu aku membaca dua pesan singkat beriringan dari sahabatku. Menanyakan apa aku di rumah dan ia minta tolong agar gerbang pintu kubuka, hujan katanya. Saat sms kubaca hujan tak lagi rinai. Iya aku tidur dan hp aku Fligt mode kan saat ia datang kemari. Oh harusnya aku istighfar ratusan kali utk kebaikan hati sahabatku dan pengantarnya namun kuabaikan. Pengantarnya siapa ya? Siapa lagi kalau bukan perempuan berotak empat yg memberi arloji Alexander Christy pd hari lahirku tahun ini dan aku menyayanginya sesekali tidak juga memahaminya. Tapi aku tetap menulis mengejar makna meski lintasan demi lintasan pikiran itu bertamu di alam abstrakku.

Sabtu. Harusnya aku tiba di kampus pukul 09.00, namun pukul 10.00 masih tergeletak macam Zombi di ranjang. Ada panggilan dari sahabat sekaligus rekan bisnis baju, ia mengabarkan empat gamis terjual. Buka FB ada postingan amalan 10 Muharam, postingan itu yg mempercepat aksiku melakukan kebaikan di hari Sabtu. Mandi lalu pergi ke kampus. Ada acara motivasi utk siswa SMU 70 yg tadinya hobi tawuran. Aku dijadualkan menjadi konselor satu di antara mereka usai acara motivasi oleh guru pikir kami. Aku juga bertugas mengumpulkan dan membaca ujian tulisan Kahfi ustad. Tapi aku belum pernah berjasa yg tak terbalaskan utk almamater Kahfi, iya aku yg selalu mendapat pencerahan dari kampus pikir tsb. Ah.

Jum'at. Bolos kerja, memanja pd batuk berdahakku. Siangnya aku sempat pergi ke dua kampus mengumpulkan data, institusi mana yg cocok utk menjinakkan nafsu sekolah lanjutanku. Perjalanan kulanjutkan ke Istora Senayan menilik pameran buku bareng sahabat yg kerap menjadi musuhku. Kami betul-betul akrab saat itu, lupa beradu mulut. Rp.350 ribuan cukup utk membawa pulang 6 buku fiksi dan 11 buku ilmiah (salah satunya, 'Romantic Intellegence' yup agar aku lebih cerdas bercinta). 1 buku cerita dan kaos kubawa pulang berkat keberanianku eh kenekatanku (seperti biasa mengajukan pertanyaan tak bermutuku saat seminar berlangsung).

Indonesia Fair 2012 yg mengusung tema kreatif menakdirkanku utk menatap mata mas Ken Dean begitu juga ia membalas tatapan dan mensenyumiku bahkan memberikan kaos hitam secara langsung padaku. Mas Ken Dean, petinggi kaskus mensosialisasikan buku sepak terjang bisnis on line nya terbitan Gramedia. Ramah, hangat, energi positif yg berlelehan seperti es krim utk menaklukkan dunia. Itu spirit yg kutangkap darinya.

Pak Zaenal, masih rangkaian Indonesia Fair. Laki-laki tua yg kucel, memiliki tatapan mata tegas dan ramah atau entah istilah apa yg tepat utk menamakan pertanyaan pembukanya padaku. Ia berbincang pada seseorang di sampingnya tentang bisnis dan, "Sahamku Rp. 200.000.000, pak." Jawaban partner bicara pak Zainal saat ia tanya-tanya entah bisnis apa. Sang partner tsb sambil mengangkat dagu saat pembicaraan berlangsung, entah apa maknanya. Ah pak Zainal, laki-laki kucel dgn sejuta keingintahuannya.

Usai seminar pak Zainal menyapa mas Ken Dean dan mengajaknya bicara, mas Ken petinggi kaskus itu membungkuk (tinggi badan mereka mencolok) dan mas Ken merendahkan gesture nya (hatinya juga mungkin). Tapi tidak dgn mata partner 200 juta, matanya atau mataku bicara sesuatu ttg laki-laki kucel, pak Zainal. Kami berpamitan dan maaf makasih terucap dari bibirku utk mewakili hati dan pikirku saat ribut mengawasi gerak-geriknya tadi.

Demikian rentetan takdirku selama tiga hari. Siapa yg tahu Jum'at aku mengalami kesenangan, siapa sangka Sabtu aku diingatkan ulang utk mempertanggung jawabkan  hasil pikiranku secara jantan dan siapa duga Minggu aku begitu mengecewakan orang yg kusayangi dan kuhormati. Siapa kira? Sungguh tak terlintas peristiwa sedetail itu di pikiranku. Sungguh.

Pebisnis, penulis, pembicara. Tiga potensi yg dialamatkan seorang sahabat utkku, aku dapat menjalankan tiga peran itu katanya. Benarkah? Siapa yg tahu, sebaiknya kuanggap doa saja. Sang suplemen dan santun, karakter yg dihadiahkan pdku. Itukah citra diriku? Wallahu A'lam, semoga doa itu menambah kerendah hatianku.

Aku tidak akan pernah dapat membaca pikiran Tuhan terkait nasibku kecuali dgn izin-Nya. Aku, di dalam aku terkumpul keburukan dan kefanaaan. Jika bukan berkat kemurahan Tuhan mana mungkin sampai detik ini masih ada yg mengasihiku. Aku, makhluk cacat karakter yg jauh dari kesempurnaan ini kalau bukan karena Tuhan telah Menitahkan Diri-Nya sebagai Mahacinta mana mungkin masih disayangi orang-orang sekitar yg memaklumi aib dan kelemahanku. Aku ya dalam 'aku' ku terdapat modal utama utk mengenali siapa Tuhanku. Semoga kita semua diberi kekuatan utk mengenali diri dari pintu mana pun; dari keinginan nafsu, dari pemikiran hati, dr sehat dan sakitnya akal, dari bergejolak dan tentramnya jiwa dan dr kemurnian ruh. Dan buruk baiknya takdir berasal dari terjaga atau rusaknya utk mengkomunikasikan komponen-komponen lunak tsb dgn Tuhan.

"Duhai sang Mahahidup, sang Mahategak... Dgn kasih sayang-Mu, kami betul-betul meminta perlindungan, tolong jangan biarkan nafsu kami menjadi pengendali dari keinginan kami, jgn serahkan kami pd nafsu kami sekejap mata pun dan perbaikilah keadaan kami." Doa Fatimah az-Zahra, jg ada dlm hadis riwayat imam Tirmidzi.

#curhatan ini diiringi lagu mas Daniel Bedingfield, 'Honest Question'


Kamis, 22 November 2012

Aku dan Dua Perempuan Hebat

Aku mulai dari mana ya, agak bingung sih meski kepalaku berisik mirip ibu-ibu sedang menggosip. Um ini soal penyelidikan dgn metode klasik; diam-diam. Diam-diam mengamati, diam-diam membaca, diam-diam memberi penilaian. Yuhuuu aku berbakat menjadi detektif rupanya.

Laki-laki. Makhluk paling seksi inilah yg menyadarkan kesaktian intuisiku, tentu setelah mereka meninggalkanku. Yipi yipi... Mulanya aku jatuh cinta pada seseorang, sempat direspon, sempat membahas pula apa yg hendak kami lakukan setelah pernikahan. Kandas di pinggir jurang (ya) tidak hanya jalan. Hari-hari kuisi dgn perasaan tidak menentu, tiba-tiba menangis tanpa alasan sejurus kemudian tersenyum tidak karuan.

Mas yg kujatuh (cin)tai itu bisa tertarik lagi dgn perempuan. Awalnya aku ingin mengkrimbati rambut si mas sambil aku jambak gitu deh, jika perlu aku pangkas rambutnya sampai botak biar perempuan yg ia taksir eneg. Ya kriminalitas pikiran dan itu lebih berbahaya drpd penjahat betulan. Tapi aku tidak melakukannya, kawan, mana mungkin... Cintaku padanya memadamkan kecemburuanku, selalu begitu. Ujungnya aku menjadi tidak berkelamin, perempuan bukan, lelaki bukan, banci? Eh apalagi. Akhirnya aku terbiasa dgn sikapnya yg terus terang naksir itu perempuan.

Perhatian terus kugencarkan, tentu dgn usahaku melempar rayuan-rayuan tak bermutu dan kaku. Respon tidak berbanding lurus, sodara. Pintu hatinya tertutup sudah utkku. Sempat terpikir olehku, aku, ya aku menguntit dokter kenamaan yg ahli menyuntik mati pasien lalu aku mencuri resep obat tsb utk kusuntikkan di lengan kananku. Mati dgn mudah & tidak menyusahkan banyak orang. Lagi-lagi aku mengurungkannya, entah sebab faktor apa.

Rengekanku tidak mempan. Aku penasaran tingkat tinggi perempuan macam apa yg membuatnya begitu jatuh cinta. Untungnya Allah Baik mengirimkan mimpi, dlm mimpi aku melihat sosok perempuan berjilbab lebar dibonceng mas itu. Anehnya si mas mengendarai Varioku dan mbaknya menoleh ke belakang, aku lupa-lupa ingat ia melihatku atau itu simbol ia mengingat masa lalunya.

Pencarian identitas si mbak kulanjutkan. O iya jgn harap aku membagi trik jitu penyelidikanku di sini ya, di samping malu jg akan melanggar kode etik penghormatan terhadap citra diriku. Segitunya aku mencintai mas itu sampai aku rela membunuh keakuanku. Jgn jg mengimajikan aku melakukan hal-hal yg tidak terhormat, tidak. Bahkan aku tidak menjadi teman mbak itu di jejaring sosial manapun.

Perempuan berkarakter kuat. Penuh visi misi, begitu spiritualis, penggila ilmu, jiwa dinamisnya mampu bersahabat baik dgn waktu, jiwa sosialis tinggi, dedikasi kemanfaatan pd lingkungan yg penuh harmoni, selalu menatap ke depan, rapuh tapi tidak ia biarkan menghancurkan cita-cita yg dipilihnya dgn hati, bakti pd orang tua yg sungguh luar biasa, sayang pd sesama yg sedemikian kasihnya. Sungguh ia benar-benar perempuan yg dapat berkomunikasi dgn baik kpd dirinya sendiri maupun lingkungannya. Hampir tidak kutemui kecacatan. Dgn diam-diam pula aku pengagum rahasianya.

Wajar kalau mas itu tak menyisakan perempuan manapun di ruang hatinya selain mbak setengah dewi tsb, including me. Hah hah hah, aku tahu borokku, citra diri yg kuperankan saat ini sangaaat jauh dari karakter mbak setengah dewi tsb. Setauku, ya aku tukang ngamuk-ngamuk. Akhirnya aku sedikit rela jika mbak setengah dewi itu yg akan merawat mas yg kutaksir, ia berada di tangan yg tepat pikirku. Eh alam mengabarkan mereka putus. Mas itu sedang limbung-limbungnya sekarang. Entahlah Allah memang begitu, kebijakan-Nya menyebalkan pd awalnya, nanti lama-lama manusia akan paham sendiri dgn keputusan-Nya.

Laki-laki kedua didatangkan Allah dlm hidupku, sekitar Mei akhir 2012. Ia menemaniku hingga pertengahan September. Saat aku hendak mengiyakan hubungan kami ke jenjang yg lebih serius eh ia lelah menunggu sinyal penerimaan dariku katanya. Sepekan sebelum ia bilang telah tertebak olehku ada 'perempuan lain' yg menjadi fokusnya. Benar saja aku tak perlu ilmu cenayang utk menguatkan intuisiku ini.

'Perempuan lain' ini menawarkan pertemanan pdku, kukonfirm. Suatu hari aku komentar pd status di akun jejaring sosialnya yg sangat menarik perhatianku. Ia inbox pdku, bertanya perihal hubunganku dgn lelakinya. "Sodara ketemu gede, mbak." Kujawab dgn santai tanpa beban kekhawatiran sedikit pun. Kami menjadi akrab di permukaan, hatiku sih masih ngiri dgn kecantikan wajahnya. Tapi alhamdulillah iri itu tak sampai mendorongku utk menyiramkan air raksa di wajahnya.

'Perempuan lain' dgn wajah aduhai, tidak hanya berhenti di situ. Karir pekerjaan yg keren, memiliki jiwa manja yg didambakan laki-laki dan prestasi akademis yg wow dgn koprol tingkat tinggi. Semuda dan sesibuk dia dapat membagi waktu kuliah pasca sarjana di dua kampus yg berbeda. Insya Allah ia akan merawat dgn hati pasangannya kelak. Jgn membandingkan aku dengan 'perempuan lain' ini ya, jauh, jauuuuuh, rek. S1 ia tempuh 3,5 tahun. Aku? 9 tahun, itupun plus tanda tangan di atas kertas berkop UIN Jakarta dgn sasaran perjanjian penyelesaian studi. Judul huruf kapitalnya, 'SURAT MAHASISWA KADALUARSA' eh ampun deh tidak hanya makanan yg basi, manusia macam aku juga.

Satu hal yg membuatku berterima kasih pd diri sendiri setelah apa yg terjadi, iya aku tidak melakukan tindakan hina apapun pada kedua perempuan hebat di atas. Semoga kelak kami (aku, perempuan setengah dewi dan 'perempuan lain') kelak berkumpul di surga lewat jalur pintu ketaatan pd suami kami masing-masing, amin....


Rabu, 21 November 2012

Impian

Menulis adalah caraku berbicara pada Tuhan yg kumulai dari bicara pada diri sendiri. Jika lahir tulisan bisa dibilang hatiku baik-baik saja. Sampai di kata ini aku masih menjemput apa yg mewakili kondisi 'baik-baik' tsb.

Well, tadi malam aku nekad mencumbu angin, tiba di rumah pukul 01.30. Padahal badanku menggejala apa yg diistilahkan pesakitan. Badan panas tapi merasa dingin, pilek disertai batuk berdahak, sakit kepala bagian belakang (yg ini tidak selalu menyerang), kalau sengaja kupikirkan dan kurasakan...dada sedikit sakit. Beberapa jam lalu hujan berbicara pada hatiku, geledek bertalu-talu. Entah Tuhan ingin mengabarkan apa pada bumi, khususnya aku. Lampu padam.

Situasi macam itu pas sekali utk meliarkan pikiran. Ketakutan ada ular besar mampir ke ranjang mengecup kakiku dan meninggalkan racunnya, aku berjalan tak tentu arah lalu menginjak tikus dan aku panik menjerit kesurupan daaan berakhir tragis.

"Seorang (calon) mahasiswi pasca sarjana sebuah perguruan tinggi negeri di Jakarta ditemukan tewas terkapar dalam kondisi mengenaskan. Rambut acak-acakan, kaki memar disertai luka segar yang diduga keras dipatok ular dan mulut ternganga lebar bekas Tikus beranak pinak." Lalu salah satu koran Tangerang Selatan mengambil gambar tempat tinggalku utk diabadikan. Sampai ke sana imaji jahat menuntunku dgn romantisnya.

Aku terselamatkan pesan singkat mbak pertamaku yg akrab kupanggil 'encik' ya mungkin gara-gara teman mainnya dulu kebanyakan dari warga keturunan atau Cina (aku ndak paham mengapa penyebutan Cina dianggap kasar). Tapi aku lebih suka menyantumkan kata Cina, di memoriku terdapat perempuan sipit cantik-cantik, bermobil, tinggal di apartemen/perumahan mahal berlokasi beberapa kilo meter dari tol. Cina, Cina, Cina. Nyatanya Cina memang penguasa, ya di pusat perbelanjaan Tanah Abang ya di pusat elektronik Glodog kota ya perumahan-perumahan elit. Oh Cina, pribumi cukup puas menjadi kacungmu.

"Emak pengen denger suaramu, nduk." Pesan singkat encik Mala, belum kubalas sudah nongol panggilan tak terjawab darinya. "Aku bicara sama Tuhan dulu ya." Pesan balasanku tak kalah singkat.

Salat petang tertegakkan. Kunyalakan teplok (sampai adegan ini lampu masih padam) pemberian emak dulu saat lagi anget-angetnya patah hati, katanya sebagai hadiah supaya aku tak menganggap dunia seluas daun kelor. Hah ada-ada saja emak polosku ini, masak teplok bisa menggantikan kemuliaan patah hati. Heylooow... Bisa nggak sih ngelucunya nggak jayus-jayus bangets!!! Eh barusan aku ngatain emakku ya? Astaga, emak, ampun. Ridha dan murka Allah ada di tangan panjenengan.

"Gi mana kabar masmu? Keuangannya bermasalah katanya ya? Hei ingat usiamu, nduk, ndang cepet nikah aku kepikiran. Eh azan Isya, wes disik yo aku arep jama'ah." Hobi emakku, yang ditelp siapa yang ditanya siapa. Ribut minta ditelp giliran ada kesempatan bicara aku ditinggal demi azan Isya. Dari dulu emakku memang ajaib.

Tak lama setelah itu lampu menyala. Tivi  Satelit aku hidupkan daaan nonton film sambil baca postingan teman-teman di FB. Gus Hamid memosting 'Impian Sejati'. Masya Allah seperti aku dinasehati lagi untuk mempertanyakan impian-impianku selama ini.

Begini. Postingan itu bercerita seorang pemuda mendatangi bijak bestari dlm keadaan galau stadium empat lalu bertanya apakah impian sejati itu? Sang bijak bestari tanpa ba bi bu langsung menyodok pemuda ke kolam. Sialnya pemuda itu tak dapat berenang, setelah kelelahan dan habis nafas sang bijak menyelamatkan si pemuda dan berkata sambil memasang wajah tampan bercahaya, "Nak, impian sejati adalah sepadan dgn kebutuhanmu akan nafas sewaktu kau hampir mati tadi." Mak jleb nasehat bejat berengsek ini eh bijak bestari maksudku.

Ya ya ya aku harus bicara terus sama Tuhan. Semoga DIA mau banget mengawal, menjaga dan tidak menyerahkan keinginanku pd nafsuku sekejap matapun. Penyerahan emmm semacam penjagaan dari Zat yg tidak pernah tidur dan Maha Mendengar kebutuhan hamba-Nya gitu deh.

Ranjang berdarahku sudah melambai, aku harus segera memasrahkan tubuhku pada kenyamanannya. Makasih bagi yg menyempatkan membaca.... Aku baca ayat kursi dan al-Mulk dulu yaa dgn harapan dua surat maut itu menjadi perantara penjagaan Allah terhadap tepatnya salat Subuhku. Waktu menunjukkan pukul 01.00 bo'! Adduh bisa bablas Subuh aike...

*Bahwa dia yg kaya juga harus terlihat bermoral dan baik (eh kaya? Siapa nolaaaaak! Astaghfirullah ini keinginan nafsu apa keinginan-Mu? Jika keinginan-Mu ingatkan aku utk salat taubat dan hajat yaaa)...