Rabu, 26 Desember 2012

Surat Cinta

Salamun 'alaikum.

Apa kabar, kekasih Tuhan? Sabar ya jika cintamu sia-sia. Paling tidak, hati, pikir dan telingamu masih mau mendengar kekinian. Surat ini kutulis dengan perut lapar, tapi mulut enggan berkompromi walau dgn seteguk air. Badan kedinginan, selintas aku mencurigai AC. Tapi kecurigaan itu memuai, toh kurang lebih dua bulan aku mengencaninya.

Kekinian. Mari kutebak isi hatimu. Engkau sedang dirundung pilu. Ketidakmengertianmu akan cinta yg menyebabkannya. Ah tak perlu engkau lacak dari mana aku dapat mengetahui itu. Mudah kok. Kini, makhluk itu yg membimbingku. Lewat sorot mata ia mengabarkan lawan bicaraku yg bernama bang Sam memiliki istri lebih dari satu. Kini, sekali lagi makhluk itu mengirimkan firasat. Satpam mall tidak berani mengungkapkan cinta pada perempuan pujaannya. Kini yg menunjukkan gelagat satpam lewat matanya yg tak bersitatap saat mengobrol denganku. Kini, ia menitipkan pesan pada kata. Tentang rasa dan pikirmu yang membadai oleh cinta. Ya cinta.

Cinta. Engkau bebas menjawab atau tidak atas pertanyaanku ini. Apa engkau betul-betul jatuh cinta padanya? Laki-laki itu? Cinta sejati layaknya impian sejati? Engkau akan mati jika Tuhan tidak memasangkan kalian? Eh apa aku baru menyebut Tuhan? Hahahah menyerahkan nasib pd kehendak Tuhan bagaimanapun masih berbau spekulatif.

Pingsan. Berantakan. Tertatih-tatih. Berdarah-darah. Tenggelam. Terseok-seok. Ngilu. Nyinyir. Terpukul dan panik penuh ketidakpercayaan. Apa pemilihan kata di muka tepat untuk menggambarkan kecamuk di hati dan pikirmu? Ah simpan terima kasihmu. Aku tak membutuhkannya untuk menghargai betapa hebat aku menebak lintasan-lintasan perasaan dan pikiranmu. Tiadanya harga cintamu pada laki-laki itu, apa cukup utk menghancurkan masa depanmu? Jika iya, selamat aku ucapkan. Sungguh. Engkau memang tak memiliki masa depan.

Dia, lelakimu tidak dapat menerima cintamu lagi. Satu-satunya lelaki yg ingin kaujadikan penyambung ketaatan pd Tuhan dan rasulNya. Tapi dia enggan. Sejenak mari menengok ke belakang.

Nabi Nuh, misalnya. Berkat perasaan mendalamnya pd Kan'an, putranya, beliau mengiba,
"Duhai... Tolong paduka selamatkan putra saya dr kejahatan air bah."

"Ayo, Nuh! Ketahuilah, ia bukan keluargamu lagi!" Kata Tuhan Tega. Hei, sekilas Tuhan memang kejam ya tapi siapa yg dapat membaca rencanaNya...
Padahal kalau mau pamer-pameran kesabaran Nabi Nuh ahlinya. Kenapa coba Tuhan tidak mempersatukan dia dgn putranya.

Bunda Hajar dan Nabi Ismail. Masih ingat kepasrahan mereka? Sungguh akalku belum bisa mencerna hati mereka terbuat dr apa. Bagaimana bisa istri kedua menderita di negara asing sedang tanda-tanda kehidupan belum mengemuka di sana.

Apalagi Nabi Ismail. Membeku akal ini, mengagumi kejernihan hatinya. Tiga belas tahun berpisah dgn sang ayah rupanya tidak cukup menebus kebahagiaan  calon nabi itu. Sang ayah berhasrat menyembelihnya. Titah Tuhan katanya, lewat mimpi pula. Mau gila rasanya. Kok ada ayah setega itu. Kok ada.

Adalah Harut dan Marut dari golongan malaikat yg diturunkan ke bumi utk membuktikan ketidakpahaman mereka mengapa Allah memilih manusia yg memiliki hobi merusak dan menumpahkan darah di muka bumi sebagai wakilNya. Apa mereka akan berlaku sama seperti manusia ketika berada di sana.

Mula-mula Harut dan Marut enggan berzina dengan perempuan cantik. Membunuh mereka hindari. Minum arak? "Resikonya sedikit." Mereka memutuskan minum arak. Selanjutnya? Membunuh dan menzinahi perempuan mereka lakukan juga.

Sayang... Aku tak memintamu utk meminjam peran Nabi Nuh, Bunda Hajar, Nabi Ismail, malaikat Harut dan Marut. Sungguh. Kepastian itu tak kan mudah tertebak, seagung apa kesabaranmu. Apalagi peran Nabi Ibrahim yg menjadi bulan-bulanan Tuhan. Tidak. Duhai, nafsu itu memiliki kecenderungan untuk mengajak pd tindakan kebinatangan.

Aku... Hanya meminta satu hal. Satu saja. Hiduplah pd kekinian, sayang. Bersikaplah menerima bahwa lelakimu sedang memilih tidak menua bersamamu, saat ini. Bebaskan ia dari belenggu perasaanmu. Bisa? Insya Allah jika ada kemauan.

Kebebasan itu akan mempermudah hidupnya. Juga hidupmu. Engkau bisa memahami ke mana arah ajakanku ini?

Begini, sayang. Mencintai berarti memberi tanpa mengambil. Itulah sebenar-benarnya cinta. Aku tidak memaksamu untuk mengusir lelakimu dari hati putihmu. No. Perasaanmu, engkau boleh menikmatinya sesuka hati dan pikirmu. Kapanpun. Di manapun.

Hanya saja... Sembari mencumbui kenikmatan rasa pd lelakimu. Tolong sempatkan mengfungsikan hati, pikir dan telingamu untuk mendengar apapun dan siapapun yg melintas dlm hari-harimu.

Kala melihat tukang sapu gerbong kereta sedang kelelahan dan ia rebahan, sempatkan untuk melihat wajah letihnya. Hadirkan pula wajah keluarganya menanti lembaran rupiah untuk sekali makan esoknya. Tiba-tiba sasaran retinamu mengarah pd kaos kaki dekil yg berlubang pd jempol tukang sapu itu. Ia sampai lupa mengurus dirinya sendiri demi kelanjutan hidup keluarganya. Sayang, jelas kan suasana haru itu?

Silahkan memilih kekinian itu. Awasi selalu gerak hati, pikir dan telingamu. Engkau bebas mengarahkan mereka ke mana. Tapi kumohon... Tujuan baik, benar dan bagus yg menjadi pilihan. Jadikan Tuhan sebagai sumber baik, buruk dan benarmu ya. Sisanya ijinkan Tuhan yg membereskan, sayang.

Hidup harus terus berjalan, sayang, tanpa atau dengan lelakimu. Mungkin kalian tidak lagi memandang matahari terbit dan tenggelam secara bersamaan. Mungkin.

Wassalam...

*Memutar lagu 'Iris' Goo Goo Dolls...

"I give up forever to touch you."
"I just don't wanna miss you tonight."

Senin, 24 Desember 2012

Munajat Dini Hari

Entah siapa yg mengetahui rencana Tuhan. Tidak saya, tidak jua dia, mereka apalagi. Kau tahu, kawan? Jika iya bocorkanlah pada saya. Beritahukanlah utk menyampaikan rencana-rencana terkecilNya, sedangNya, dan besarNya.

Terlalu tidak tahu diri jika saya meminta keistimewaan seperti Nabi Sulaiman. Dapat memahami komunikasi semut, mensahabatkan diri dgn jin dan setan. Mengendarai angin utk tiba pd suatu tujuan. Entah di mana. Al-Qur'an hanya mengabarkan perjalanan tsb ditempuh selama dua bulan bagi orang kebanyakan, namun melalui angin Allah Mempercepat menjadi pagi dan petang.

Saya enggan memiliki keistimewaan Samiri. Mengetahui jalan kegaiban malaikat, hingga ia dapat menyulap jejak tsb menjadi patung emas sesembahan bangsa Israel. Saat Nabi Musa menghadap Tuhan di Thursina.

Imperium Fir'aun tidak menjadi prioritas daftar impian saya. Tidak sekali lagi. Kekhawatiran itu membayang pertama kali, saya menuhankan diri dgn kecukupan semu dari Ilahi.

Kekayaan Qarun? Bukan kebutuhan saya saat ini. Sungguh. Lagi, ngeri membayangi. Menunda kebutuhan yg lebih esensi, yakni ke mana pikir dan hati hendak dikemudi.

Saya belum mampu mengimaji andai ujian Nabi Ayyub menyapa diri ini. Akankah kesabaran disertakan pula utk menemani? Ah saya tak berani melewati meski dalam mimpi.

Semoga Tuhan memampukan saya utk dapat mengerti kehambaan bintang, bulan, matahari, pepohonan, musim dan tanda-tanda yg Tuhan tetapkan di dunia utk memperlihatkan keberadaanNya. Semoga Tuhan melembutkan hati dan fikir saya utk mudah peduli, pd apa dan siapa saja. Semoga Tuhan menerangi hati yg hampir tak berbentuk ini, tidak sekedar patah lagi.

Semoga Tuhan memudahkan saya utk mengingat mati, saat nafsu menghalangi bisikan sesuatu yg paling Ilahi. Semoga Tuhan menjadi sandaran hati, saat akal merajai jasad ini. Semoga Tuhan menjadi alasan, saat penyeleksian citra diri. Amin...

Sesederhana itu kebutuhan saya. Semoga Tuhan meridhai, amin berkali-kali.

Jumat, 21 Desember 2012

I Talk to Him

Tuhan... Engkau sedang apa? Kitab NabiMu mengabarkan Engkau selalu dalam kesibukan, tidak Mengantuk dan tidak Tidur. Mengurus kebutuhan makhlukMu ya. Apa benar demikian? Ah, Engkau mustahil berhenti dari kesibukan gara-gara Menjawab pertanyaanku ini kan.

Tuhanku... Masih ada rindu di dadaku, untuknya. Ia yg jarang membalas smsku, ia yg kutelpon tak seantusias dahulu, ia yg berperangai the most selfish in this world. Ia media belajarku untuk mengenalMu.

Tuhan kumencintainya... Tanpa kuketahui alasannya. Kata calon adik ipar sahabatku, "Kalau seseorang terus menerus disakiti hatinya, khawatir akan pergi dari kita nantinya." Tuhan, kalimat itu keluar dari gadis berusia 13 tahun loh. Dadaku sempat sesak memikirkan semua itu. Kalau aku sendiri merasa tersakiti, lalu apa yg sebaiknya kulakukan? Bantu aku mendapat jawaban. Ya, Tuhan, ya.

Tuhan... Terima kasih. Telah Menghadirkan perasaan yg tak beralasan pdku. Terima kasih. Sudah Memahamkan kematian pelan-pelan itu. Tidak ada sms balasan itu sama dengan pengajaran utk mengingat akan ada kehidupan setelah kematian. Tiadanya kabar itu serupa dengan menghadirkan cinta yg lain. MencintaiMu. Ah aku meragu, apa hebatnya cinta dari perempuan macam aku.

Tuhan... Titipkan ketenangan dan ketentraman batin dalam hatiku. Pasti mudah bagiMu. Sebagaimana Engkau utus cinta tanpa alasan memenuhi hati dan akalku. Oia, 2013 ya. Aku ingin bisa menyetir mobil, kuliah s2 Tafsir di Ushuluddin, UIN Jakarta, dan menjadi peserta Pendidikan Kader Mufassir, institusi dari Lentera Hati Prof. Quraish Shihab. Menikah. Itu deretan doaku di 2013 nanti.

Engkau yg menyuruhku berdoa. Menyertakan pengabulannya jua. Jangan kecewakan aku. Jangan biarkan aku putus asa mengenali takdirMu. Amin.

Senin, 17 Desember 2012

Cinta

Entah. Apa yang jelas di dunia ini. Cinta? Apa ada jaminan kalau mencintai akan dapat balasan serupa? Belum tentu. Kalau ada perusahaan asuransi cinta, saya pendaftar pertama. Hati memiliki jalannya sendiri. Jalan, ya jalan. Jalan terabas, jalan angan-angan, jalan buntu, jalan butulan, jalan cepat. Ada banyak jalan, bukan. Pun hati, andai ia memilih jalan setapak, maka ia harus rela melalui dgn berjalan kaki. Jalan amat bergantung dgn cara seseorang memandang, apakah akan ia lalui atau mematung berdiam diri.

Saya orang yg mudah jatuh cinta. Pd senior yg lama tak jumpa lalu memanggil saya dinda, takjub dada saya. Terjadilah komunikasi antara kami, saling tanya kabar, kesibukan lalu memotifasi. Kebaikan. Berhenti di situ. Nduk, panggilan kesukaan saya. Lagi, getaran mengguncang dada. Bagaimana tidak? Pemanggil nduk adalah laki-laki yg pernah mengirim puisi dan 'sempat' membuat hati mekar dgn bunga warna-warni. Dilanjutkan berbagi pemikiran. Tamat. Beliau harus mengurus anak istri. Ide-ide Rumi, saya dikenalkan laki-laki tua yg dipanggil Kiai. Saya jatuh cinta. Ada berjuta cahaya baru tiap berbincang dgnnya. Dicemburui ya saya mengundurkan diri. Usai.

"Titin..."
bla, bla, bla... Dan...
"Your secret admirer."

Pesan singkat dari seseorang. Saya katakan padanya kalau ia alasan saya hidup hari itu. Saya berterima kasih padanya. Sekali dua jatuh cinta dgn hal-hal baik. Beliau sms lagi, mengingatkan subuh, menanyakan saya sedang apa. Andai saja beliau meng-sms gelap begitu dua tahun lalu pasti saya damprat habis-habisan. Seperti yg saya lakukan pd mas-mas yg mengaku bernama Ramadan, asal Jogja dan muallaf. Saya tidak berhasil melacak sosoknya padahal  beliau sempat menyuara lewat udara. Iya saat ini darah saya menua jadi wajib hukumnya utk berkalem ria. Katanya usia se-saya ini orientasinya wewangian surga, nah saya menuju yg katanya itu. Beliau mengaku dan menelpon. Ternyata eh ternyata kenalan semasa saya masih muda dulu. Mencetar membahanalah dunia perteleponan bersama guyonan kami.

"assalamualaikum mba saya kagum dgn mba yang mengisi acara kemarin."

Lagi, dari peserta sharing. Smsnya masih basah, belum saya lenyapkan dari inbox. Jujur, hati saya blingsatan mengetahui fans menambah. Dada membadai. Senang sih. Tapi apa iya saya butuh dikagumi? Repot kalau tidak bisa membalas dan fokus terhadap perhatiannya. Dr smsnya terendus bukan sesuatu yg penting bagi dia, artinya kalau toh saya tidak membalasnya langsung tidak berarti hidupnya berakhir. Sempat merasa bersalah ketika ia membawa-bawa saya mahasiswi Komunikasi kok tidak open minded dlm membalas smsnya. "Wow sibuk ya. ya udah. mmuuacch." Smsnya semalam, pakai acara mmuah segala, mirip ABG. Masa iya saya akan membalas mmuach juga? No no no. Kira-kira berakhir bagaimana ya nanti? Semoga sama-sama baik saja. Amin.

Sungguh. Saya tidak mengerti dgn semua itu. Menyedihkan jika dibanding dgn kisah cinta saya yg satu ini. Kontras sangat. Saya menyukai seseorang nan jauh di sana. Seseorang ini menjadi titik balik saya dalam memandang hidup. Saya menyukai beliau bukan seperti judul-judul cerpen, 'Cintai aku dgn Sederhana' atau judul lagu, 'Cintai Aku Apa Adanya'. Tidak. Sekali lagi tidak. Saya tidak tahu jenis kelamin dari cinta saya pada beliau. Beliau sempat bertanya alasannya dan saya baru-baru ini memikirkannya atas dasar apa. Nggak nemu. Pola pikir beliaukah? Um sepertinya bukan. Begini, tulisan apapun yg terdapat di jejaring sosial belum tentu citra diri asli dari pemilik akun tsb.Boleh jadi semua itu pencitraan. Atau proses perayuan nafsu utk menuju pola pikir yg dibenarkan Tuhan. Atau? Entah. Hati dan akal selalu tidak mudah dibaca. Kalau kebaikan-kebaikan yg terdapat pd seseorang menjadi alasan utk mencintainya, maka akan ada keburukan-keburukannya yg mendorong saya utk membencinya, cepat atau lambat. Cinta tidak ada urusan dgn kekurangan atau kelebihan, kedua hal itu tidak abadi. Cinta ada begitu saja. Inilah alasan terkuat utk mencintai; tidak mengetahui alasannya. Mungkin ini rumus umum, yg cocok utk saya dan belum tentu utk yg lain.

"Andai Allah memasangkan mas ..... (sensor name) dgn abla* apa abla tidak akan mengecewakannya?" Tanya kenalan saya. Jleb. Saya tidak langsung dapat menjawabnya.

Selebor. Julukan teman kantor pd saya. Hingga mereka sempat bersekongkol utk mengumpulkan dan menyembunyikan barang-barang saya yg tertinggal lalu membuat kejutan. Kado yg berisi barang-barang usang saya. Cukupkah selebor menjadi modal mencintai seseorang? Kalau ada yg mengatakan cukup... Selamat, Anda baru saja gila.

Ngamuk-ngamuk. Ngamuk-ngamuk adalah salah satu kelihaian saya. Didikan keluarga saya; mandiri. Saya terbiasa sendiri dari kecil. Melancong Jawa Timur dgn kesendirian. Membiayai kuliah dgn kerja serabutan. Yatim dari usia 8 tahun. Mungkin pengalaman yg telah membawah sadar di pikiran itulah yg membuat saya merasa bangga diandalkan, memastikan semua keadaan aman dan pekerja lapangan. Mana ada suami yg rela diatur-atur istri macam saya? Kecuali beliau membiarkan dan mengijinkan saya utk mengatur keperluan hidupnya, putra-putrinya. Apa ada lelaki baik seperti itu? Selama saya beriman pd Tuhannya Nabi Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad insya Allah ada. Bukankah DIA Penggenggam hati makhlukNya?! Masalahnya, saya tidak tahu persis iman saya padaNya segede apa atau seluas apa? Nah loh! Tolong bacakan QS. al-Ra'du disusul Yasiin supaya bumi tidak merasa terbebani dgn ke-mbaleloan saya.

Saya mau cerita apa ya ini. Oo iya. Saya jatuh cinta. Lelaki hampir 44 tahunlah yg membuat teh hangat tersekat di tenggorokan saya, saat memikirkannya. Pengusaha, pejabat musiman (haji), penghafal al-Quran, beristri dan beranak empat. Saya jatuh cinta padanya, tulisan ini adalah sebagai pengingatnya. Lelaki ini yg memudahkan saya utk memiliki Vablu (Vario Biru), mengumrahkan saya 2011 lalu, memberi pekerjaan saya di trafel Haji dan umrahnya sehingga saya terselamatkan dari kaum pengangguran. Cinta saya bertambah ketika mendengar ulasannya tentang hidup,

"Tin, hidup ini formalitas. Di akhirat cuma ada dua tempat. Neraka dan surga. Surga isinya kesenangan, neraka kesengsaan. Di sana kita tidak mengingat apapun. Kalau toh ada anak yg dapat menyeret orang tuanya ke neraka, itu kasus. Pun demikian jika ada orang tua masuk surga anaknya itu syafa'at. Ikatan apapun di dunia tidak dapat mempertemukan seseorang ke surga atau neraka kecuali ikatan amal."

Lalu saya teringat sebuah ayat, "Orang-orang yang saling jatuh cinta dan perasaan mereka mendalam hingga ke ulu hati nanti di akhirat akan menjadi musuh satu sama lain kecuali orang-orang bertaqwa." Mengingat ayat sambil merapalkan doa semoga saya selalu bisa dekat dgn lelaki ini, membantu bergabung menuju satu titik pusaran; kebaikan. "Namun demikian, hidup harus waspada. Yg penting niat baik selalu dipelihara. Biar Allah yg mengambil alih sisanya dan menunjukkan jalannya." Nasehat lelaki baik ini. Dan beliau adalah mas kandung ketiga saya.

*abla panggilan utk saudara perempuan. Turki punya.

#Curhatan ini masih tidak berjenis kelamin, belum menjelaskan apa itu cinta sesungguhnya.


Jumat, 14 Desember 2012

Garis-garis Takdir

"Terkadang perlu juga meluangkan waktu untuk bercanda."

Kawan, bantu saya utk mereka siapa pemilik kalimat di atas. Jenis manusia serius? Um... Boleh. Penikmat jiwa disiplin? Yep. Pernah mendengar nama Double Decker? Sebuah bus bertingkat warna merah khas milik London. Pemilik kalimat di atas bermimpi sekolah di sana, ya London. Amin.

Menurut ilmu psikologi setiap manusia itu unik kan. Mari meminjam cara pandang psikologi. Kalau tiap manusia unik berarti tidak ada dikotomi manusia istimewa dan tidak istimewa. Mereka memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dan itu tidak dapat dijadikan tolok ukur utk merendahkan atau meninggikan satu sama lain.

Semalam saya membunuh waktu dgn pemilik kalimat serem di atas, ia penulis esai tetap Lazuardi Biru, sekolah pak Haidar Bagir kalau saya tidak salah. Perempuan, namanya Alfi. Membaca 100 halaman per hari merupakan takdir tetap yg dipilihnya utk memuasi dahaga keilmuannya. Sebelum berkata-kata ia terkesan manut dan jauh dari garang. Cerdas, 'liar' dan berprinsip, kesan yg saya tangkap usai menyimak isi kepala yg disimbolkannya dlm bahasa.

Laut tenang tak kan melahirkan pelaut hebat. Alfi, telah melalui lautan kedukaan yg wow sekali. Berbutir-butir air jatuh dari matanya, dulu, sebelum ia mensosok seperti sekarang ini. Semester satu, mahasiswi Fisip UIN Syahid Jakarta.

Singkat kata saya dan Alfi dipertemukan Allah melalui pak Indra, seorang berhati lembut yg maskotnya, "Apa yg bisa saya bantu?". Saya percaya kalau Allah mengirimkan seseorang, sepaket juga dgn pengertian 'saya wajib belajar hidup dgn orang tsb'.

Sering saya tergoda utk menyesali apa yg berlalu. Ada rasa sakit di sana. Butiran luruh satu persatu dari mata. Kadang juga mewujud pekikan dalam hati. Lintasan pikiran itu kerap dapat memudarkan impian saya. Sejenak. Lalu mengejar matahari lagi. Hidup memang penuh rintangan dan harus dihadapi dgn ketegaran.

Ada iri menusuk-nusuk di hati jika berjumpa dgn orang sukses. Mengingat diri masih jauh dari kondisi sukses. Iya, sukses memang beragam pengertian, tergantung sudut pandang seseorang. Namun saya diingatkan kembali utk menata akal dan hati. Diingatkan oleh pertemuan-pertemuan situasi serta kondisi sabar dan syukur. Iri tidak menjanjikan apa-apa kecuali kesempitan hati dan pembunuhan diri. Secara pelan-pelan. Kesempatan saya adalah mempelajari apa-apa yg tertinggal bukan mengutuk diri.

Sempurna hanya ada di negeri khayalan. Serapih dan sebaik apapun seseorang mengkonsep impian, akan ada tes untuk menguji keimanan. Keinginanlah yg melahirkan impian. Kalau keinginan merupakan bahan mentah, maka impian sekali-dua lebih matang. Ada perencanaan di sana, menyertakan imajinasi yg dikomunikasikan dgn citra diri.

Belakangan ini saya lumayan kalem, saya curiga ini gara-gara darah yg tidak lagi memuda. Terkalahkan dgn kegagalan-kegagalan. Kadang tidak mudah saya mengurai penyebab dari apa yg menjadi takdir saya sekarang. Menurut emak, orang tua kandung yg tersisa, harusnya saat inilah kesempatan saya utk mempersembahkan menantu unyu-unyunya. Blas, sama sekali saya tidak paham peran saya kok ya masih melajang juga. Sedih? Pastilaaaaah.

Adalah garis-garis takdir berawal dari keinginan meluap-luap. Sebaik-baik keinginan diarahkan kepada dunia rasa dan pikir. Apakah keinginan tsb betul-betul hati yg mendambanya ataukah keinginan orang lain yg memimpinnya. sebaik-baik gerak hati dan pikir adalah perayuan mendekat pada Allah.

Saya ingin membagi resep dari Rasulullah bagaimana seharusnya kita menyingkapi keinginan. Jika keinginan menggebu dan memburu-buru utk dikabulkan bahkan telah melewati proses imajinasi, maka tanyakan pada Allah melalui doa berikut:

"Ya Hayyu ya Qayyuum... Birahmati Ka astaghiitsu, wala takilnii ilaa nafsii tharfata 'ainin wa ashlihlii sya'nii kullah."
Yang artinya, "Wahai yg Mahahidup, Yg Mahategak... Dengan kasihMu aku memohon pertolongan, jangan serahkan keinginanku pada nafsu utk memutuskan, sekejap matapun. Perbaikilah keadaanku keseluruhannya."

Udah dulu yaaa, saya hendak salat Ashar :)




Rabu, 05 Desember 2012

Janda dan Tuhannya

Janda dgn Tuhan, hubungannya sangat erat. Saya tidak akan membahas Tuhan, bukunya tante Karen Amstrong belum usai saya baca, saya juga belum pernah kencan dgn om Smith sang ahli agama-agama langit. Jadi kapasitas saya sangat diragukan membahas Tuhan, jauh dan tidak sebanding dgn dua orientalis di atas.

Janda. Ia perempuan jujur, menjanda di usia yg relatif muda, 25 tahun ke bawah. Riwayat pendidikannya menyedihkan, dikenal kaku dlm bersikap, mudah tersinggung jika dianggap rendah berlebihan. Demikian di antara sifatnya yg saya kenal.

Ayam adalah jalan si janda utk menjemput rizki Tuhan. Mulanya ia menempuh kurang lebih 14 KM pulang pergi untuk belanja ayam di salah satu pengusaha tetangga desanya. Perjalanan ia mulai dr pukul 03.00 dini hari.

Acapkali ia hanya berdua dgn sopir, di deretan jok mobil paling depan. Menurut pengakuannya ia menghadapi lima sopir yg menawarkan diri merabanya, satu di antaranya bahkan sudah melakukannya. Ia hanya berucap, "Kak, aku betul-betul mencari karunia Allah dgn cara yg baik, semampuku. Tolong bantu aku utk tidak melanggar ketentuan Allah." Kalimat sopan utk sopir yg konon jatuh hati dr dulu dan baru ada kesempatan utk berbuat yg diinginkan.

Dua tahun ia jalani ujian perjalanan macam itu, berganti-ganti sopir utk mencari resiko sekecil mungkin. Ia menginginkan keadaan yg lebih baik, tidak perlu mengadakan perjalanan sedini mungkin bersama laki-laki asing yg menggemukan nafsu tidak halalnya. Allah menjawab keinginannya. Ia ditakdirkan berpartner dgn sebut saja, mas Dono. Laki-laki yg memendam cintanya pd si janda sedari dulu, sewaktu mereka berdua masih unyu-unyu.

Dr sini kisah cinta dimulai. Mas Dono adalah supplier ayam hidup pd banyak pedagang, ia beristri. Madu adalah harga mati bagi istrinya, mendua sama dengan bunuh diri, no poligami!

Sang janda meski keadaannya lebih baik, masih pontang-panting mencari penyembelih ayam. Ia minta tolong ipar lelakinya, menolak. Ia mendatangi Modin (istilah laki-laki tua yg mengurusi hal-hal yg terkait dgn keagamaan). Rupanya usia senja tak selalu melancarkan acara sembeli-menyembelih. Pernah juga ia meminta tolong mas Dono namun khawatir istrinya menaruh curiga.

Mau tak mau ia harus belajar menyembelih ayam dgn tangannya sendiri. Akhirnya ia dapat melakukannya.

Ujian si janda membesar sesuai tingkat kepandaiannya dlm menangani dunia per-ayaman. Ia main hati dgn mas Dono. Mereka berdua kerap membunuh waktu bersama, mas Dono sempat membelikan perhiasan utk si janda. Barangkali dgn begitu mas Dono mudah raba-meraba, dan si janda rela, atas nama cinta. Menurutnya ia tak pernah jatuh cinta sedemikiannya, bahkan dgn mantan suaminya.

Tapi tidak dgn yg 'satu' itu. Mas Dono kerap merayunya utk bercinta, "Mas, aku memang setengah mati mencintaimu tapi tidak dgn cara terlarang aku membuktikan rasaku. Itu dilarang Allah." Well, entah ia bicara dgn nada dan mimik macam apa. Allah keren ya, bisa meniupkan burhan di hati si janda. Seperti Allah menghembuskan kilatan cahaya di akal Nabi Yusuf.

Rupanya perselingkuhan mewujud jika kedua belah pihak suka sama suka, kalau salah satu menidakkan tak kan terjadi. Iya si janda itu bukti konkretnya.

O iya, si janda sekarang memiliki rumah megah di deretan blok kavling lingkungannya, lebih megah dr perempuan bersuami sekalipun. Betul-betul atas usaha ayam yg diridhai Allahnya. Suasana batin seseorang mempengaruhi cara ia memandang Allah kan, Allah si janda belum tentu sama dgn Allah saya.

Si janda yakin betul dgn invisible hand-Nya. Dialog dgn putra pertamanya cukup mewakili keyakinan lugunya.

"Ibu bisa menegakkan rumah megah seperti sekarang, masa beli motor utkku masih mikir?" Protes sang anak yg bermata belo' sambil melotot.

"Nak, rumah ini tidak pernah terbayang oleh ibu sebelumnya akan seperti sekarang. Allah, nak, Allah Yg Mahakuasa memudahkan rizki ibu." Kali ini si janda menanggalkan kekakuannya dlm menghadapi putranya. Mereka sama-sama keras kepala, harus ada yg mengalah salah satunya dan itu tidak mungkin putranya yg berdarah muda.

"Kalau gitu, dana haji ibu ditunda saja, utk beliin aku motor." Si putra mata lebar tak kehilangan cara merayu ibunya dan memanjakan ego kakunya.

"Nak, uang muka utk ibu haji itu sudah menjadi milik Allah. Kalau usia ibu tidak sampai mengalami panggilan Allah, tolong usahakan kamu yg meneruskan ibadahnya." Si janda tahu betul dgn kekuasaan Allahnya.

Iya ada hal-hal yg di luar matematika manusia, pasrah adalah cara paling aman utk mensiasati hidup yg sarat dgn pergantian ujian. Siapa saja yg segera mengembalikan apapun pd Yg Maha Menguji, insya Allah ia selamat dr larangan-larangan Tuhan.

Pada awalnya akan ada tangisan, kekesalan, kekhawatiran dan bermacam emosi yg melemahkan. Namun jika seseorang menganggap itu sebagai lintasan-lintasan pikiran, maka insya Allah pikiran-pikiran baik yg menjadi pemenang. Bukankah segala peristiwa baik dan buruk terjadi atas ijin-Nya? Tak perlu dijawab.

"Goda saja manusia dr arah manapun tapi jangan ya bagi hamba-Ku yg menempatkan ridha-Ku di atas segalanya." Nasehat si janda pd saya, saat saya menyampaikan betapa yg lalu-lalu laki-laki hobi melintas di hati saya. Insya Allah dlm waktu dekat harus saya hentikan, dgn merayu Tuhan (beginilah, Tuhan saya jadikan senjata terakhir utk hal-hal yg di luar kapasitas saya). Tapi ke depannya eh mulai saat ini semoga Tuhan saya jadikan konsultan, baik saat ujian duka maupun suka, insya Allah. amin.

Al-Fatihah utk kita semua, amin... Sudah dulu ya, saya mau makan siang sambil membalas sms sepupu yg mau main ke rumah :)

Selasa, 04 Desember 2012

Pakaian dan Tanah Abang

Belanja, siapa yang tidak menyukainya?! Ada semacam kepuasan yang tidak mudah digambarkan ketika sedang belanja, entah belanja kategori nafsu ke berapa. Belanja kebutuhan rumah (belum) tangga pun beberapa kali aku bablas di luar budget, menyesal sih tapi rasa puasku mengalahkannya. Belanja buku apalagi, amat menyenangkan. Urusan belakang sempat membacanya atau tidak.

Ini bukan tentang sophaholic, sekali lagi bukan. Aku tahu diri, soal belanja aku cenderung tidak terlalu memanjakan. Ini soal kesenangan belanja busana dan semoga sebentar lagi aku memiliki kesempatan utk menjadi agen pakaian , semoga rizki rumah tanggaku bersama suami nanti, insya Allah. Amin.

Tanah Abang, surganya perempuan-perempuan penggila busana. Slogannya 'Pusat perbelanjaan terbesar di Asia' (entah Asia mana lupa). Entah sekedar iklan atau betulan. Di sana juga jantung perekonomian bagi sebagian warga Jakarta dan sekitarnya.

Betapa aku menikmati tiap momen yang diarahkan pandangan mata, pendengaran telinga dan proses tawar menawar. Eh kecuali bagian kelelahan berjalan yang sering akan mematahkan kaki. Tanah Abang amat sangat luas sekali, kawan. Jika ada yang bertanya blok-blok nya insya Allah aku paham.

Beberapa takdir yg terjadi di sana sempat kusyukuri sebagai media meraih keridhaan Tuhan. Perjumpaanku dgn pak Iwan, tukang parkir, memberi kemudahan tersendiri ketika berkunjung di tanah Abang. Bagaimana tidak? Entah kapan kami mulai akrab tapi serame apapun Tanah Abang aku tidak khawatir soal parkiran. Pak Iwan lah malaikat penjaga Vablu ku yg dikirimkan Tuhan.

Pak Iwan 5 tahun lebih tua dari usianya, barangkali rutinitas pergi pagi pulang petang dan debu kereta perjalanan dr Tangerang-Jakarta lah yg berhasil membuat kerutan di wajah sumeleh nya. Aku biasa menitipkan belanja ratusan hingga jutaan padanya sebelum melanjutkan ke blok lainnya. Kenyamanan yg melahirkan kepercayaan.

Porter. Penyedia jasa tukang panggul sempat membuatku mengadu pd Tuhan, "Masukkan mereka ke surga, ya Tuhan ya?! Tiap tetesan keringatnya, tiap tulang yg bengkok gara-gara berat barang yg dipanggulnya semoga Kau catat utk kemudahan dan keberkahan hidup keluarganya. Ya Tuhan ya?!"

Pedagang. Kebanyakan mereka org Padang dan Cina. Variatif sekali kelakuan mereka, ada yg ramah, jutek tidak butuh pelanggan, ada yg melayani dgn hati, juga kehangatan yg dipaksakan. Ada yg merasa pelayan juga majikan, bermacam karakter ada dalam diri mereka.

Jargon 'pembeli adalah raja' kadang berlaku dan acapkali tidak. Misal di Pusat Metro Tanah Abang, di sini mereka menjual grosiran. Umumnya penjual mengharuskan paling sedikit tiga pieces baju yg dapat dibeli utk satu model, itu sudah menjadi kesepakatan. Tapi di lapangan faktanya ada yg mengijinkan dua, satu. Juga ada yg jutek dan ngotot bahwa mereka jual grosiran. Nah dibutuhkan senyuman utk proses tawar menawar ini.

Penjual dan pembeli harusnya memiliki kesabaran tingkat tinggi dlm negosiasi ini. Penjual ramah.dan jujur, pembeli berani menawar dan sopan. Betul-betul membutuhkan jiwa negosiator tingkat tinggi. Senyum, sapa dan sabar.

Pak Ogah, si penyelamat lalu lintas transportasi. Ada yg tengil hanya mengharap imbalan juga ada yg betul-betul dr hati mengatur kemacetan Tanah Abang dan sekitarnya. "Gopek dulu doooong." Yep, pak Ogah.

Pedagang nasi, jamu, buah, gorengan, minuman, asesoris dll. Kebanyakan perempuan, sang pahlawan kasih sayang dan guru kehidupan. Masya Allah... Ada yg suaminya meninggal, macem-macem.

Preman. Premanisme di Jakarta sangat terorganisasi dan menggurita. Mereka dapat jatah dr pedagang kaki lima yg kepanasan, dan bayaran itu tidak menjamin nasib pedagang kecil-kecilan aman dr gusuran satpol PP. Bayangkan utk tanah seluas meja makanku mereka harus membayar 500rb per bulan pd preman-preman.

Apapun yg terjadi aku sangat menikmati aktifitas belanjaku. Entah itu mengantar teman, keponakanku yg memiliki toko baju di Tuban dan atau utk kujual sendiri. Semoga ketika aku menikah nanti eh sebentar lagi salah satu rizkiku dan suami ada di Tanah Abang ini, membelanjakan teman-temanku di daerah. Mengikuti jejak rasul. Amin...

Minggu, 02 Desember 2012

Hujan

"Tin, gw ngadepin tantangan dua kali lipat dibanding orang lain."
"Maksud kamu apa, cin?"
"Kemarin gw deal-dealan kerjaan. Setelah menejer tahu kalau gw low vision, kerjaan dibatalin."

Percakapanku bersama sahabat, saat matahari siap tenggelam, saat tukang parkir menyapu halaman sebuah bank. Ia rupawan, cabi menggemaskan, cara ia bicara mengesankan laki-laki matang dgn emosi yg stabil, sarjana, aktifis anak jalanan, penyayang.

"Teh, knp musti gw nggak bisa denger dgn jelas sih? Gw pengen lolos presentasi UAS, gw pengen sarjana." Kalimat indah utk modal kenalan sama Tuhan, dr hati adiknya sahabatku.

"Tuhan, adakah laki-laki  baik yg rela menemani malam-malamku? Segera?" Status teman FB-ku (juga jeritan hatiku yg tercabik-cabik sebetulnya). Janda tak beranak, wajah dan suaranya cantik, hatinya? Semoga.

Hah hah hah... tuhan macam apa yg membiarkan sahabat baikku matanya berkaca-kaca sebab low vision yg membuatnya menghadapi tantangan dua kali lipat drpd kebanyakan orang? tuhan macam apa yg tega mengaburkan pendengaran adik sahabatku hingga ia sedih akan kesarjanaannya? tuhan macam apa yg menunda pasangan janda kesepian itu? ah tuhan macam apa...
#memutar lagu 'imagine' nya om John Lennon

Jumat siang, hujan dan tidak menahan laju motorku utk menyusuri jalanan. Harusnya pukul 14.00 aku berada di bus sejuta umat menuju Kp. Rambutan, berganti bus ke Karawang lanjut ke Garut meramaikan pernikahan adik sahabatku. Tapi pukul 14.00 aku masih bersama vablu, telat sejam. Itu alasan aku menembus hujan. Hujan sepanjang jalan, kencang dan berhasil membuatku deg-degan.

Minggu jelang siang. "Abla*, alhamdulillah kemarin kita duduk dan basah kuyup dgn AC dingin aduhai ya eh sekarang kita berdiri hampir dua jam dan kegerahan." Kata sahabatku yg memiliki jiwa pasrah dan hati bersih. Menderita masih sempat ber-hamdalah ria. Hah apa ituuu????!!

Tiba di Jakarta, hujan menyambut kedatangan kami lagi, dan lagi. Aku tak peduli dgn air hitam  menggenang, air yg bercampur dgn pipis laki-laki sembarangan. Mungkin. i don't care! Yg kufokuskan bagaimana menikmati sofa coklat di yayasan sahabatku. Kutembus air kimia itu, berpacu dgn menit dan jam.

"Setibanya kita di yayasan aku janji bakalan menjama' akhir Zuhur dan Ashar biar tidur siangku memanjang." Ucapku dgn alis terpaut dan mencari alasan utk menyambut keringanan musafir jalanan dr Tuhan. Yup sepadan dgn perjuanganku yg berdiri hampir dua jam di bus Karawang-Jakarta dan paginya berthawaf menemani orang tua sahabatku jalan-jalan di pasar pagi, mungkin dua KM. Iya aku yg amat sangat jarang sekali jalan kaki tiba-tiba memasang tampang baik-baik saja di saat kelelahan hampir pingsan. Demi menjaga kebahagiaan orang tua sahabatku. Baik kan aku? Ngomong-ngomong aku tak butuh jawaban.

Tiba di yayasan. Masih hujan. Aku makan sisa gorengan daaan, "Abla*, kunci vablu mana? Abla nggak mau hujan-hujan biarlah vablu kami mandikan." Kulempar begitu saja kunci motor yg kata teman motor seken saking dekilnya, padahal itu motor Pebruari 2012 bersamaku dan baru dr dealer. Aku melamun eh mematung dan memikirkan betapa aku dan mereka bertiga sama-sama tepar tapi rupanya mereka mau menjinakkan hatiku utk menangis bersama hujan sebab keterharuan persaudaraan yg mereka ciptakan. Kalau pas begini aku lupa mendemo Tuhan dan semampuku melaksanakan apa itu kebaikan.

Lalu kusaksikan mereka bertiga meraba tubuh vablu dgn girangnya. Pemandangan itu yg mencabut janji utk mengakhirkan salatku. Seketika aku salat Zuhur sambil mendoakan kebaikan utk mereka. Aku tidak memanfaatkan keringanan Tuhan, malu mengingat betapa aku sering main-main dgn waktu.

Sofa coklat melambai utk kutiduri. Penghuni yayasan paling muda, Lela, sibuk membawa ember dan eh? Hah? Banjir? Di lantai dua? Apalagi iniiih???!! Ini kali kedua air masuk ke kamar tanpa basa-basi, dulu juga tapi kedapatan sebelum air menggenang dgn tanpa rasa bersalah.

Tanpa diminta otomatis aku ikut mengepel, rupanya banjir di lantai dua ini alasan yg membuatku terharu saat mereka memandikan vablu tadi lalu menjadi tindakan kerja bakti yg tak dipaksakan. Dgn bergaya seniman aku mendeklamasikan, "tuhan macam apa yg menghadirkan ujian beruntun dr Jumat hingga Minggu? Siang, siang?" Mereka tertawa melihatku sambil beristighfar.

Iya... Ini bagian akhir kisahku. Aku sangat pandai sekali menulis atau mengungkapkan kalimat umpatan utk mencandai keadilan Tuhan tapi ideku habis utk menjelaskan suasana kebahagiaan, cinta, kasih sayang dan emosi-emosi surgawi. Bahagia itu tindakan toh? Bukan lagi sebuah perencanaan atau bunyi-bunyian kalimat gombal. Jika cinta yg mengepung rasaku biasanya aku melanjutkan dgn tindakan yg dianggap baik oleh umum dan berusaha utk tidak menyusahkan mereka, org kebanyakan itu.

Beberapa hari lalu aku membaca takdir menurut rektor UIN Jakarta, "Banyak dijumpai ayat al-Quran yg bicara ttg takdir berhubungan erat dgn hukum alam yg mengandung kausalitas sebab-akibat. Ada yg kita ketahui dan tidak sanggup kita ketahui penyebabnya."

Singkat kata, ada peristiwa yg jarak sebab dan akibatnya pendek. Contoh tangan tertusuk duri, maka jarak sebab-akibatnya langsung berupa sakit. Kausalitas dr aktifitas dunia hanya akan dijumpai di akhirat nanti, aku termasuk dr mereka yg meremehkan karena akibatnya tidak langsung.

Pak rektor mengingatkan secara tdk langsung dr konsep takdirnya itu, utk berhati-hati dlm memilih keputusan. Beorientasi pd kausalitas akhirat yg cenderung diremehkan. Iya manusia memiliki kebebasan penuh utk melukis takdirnya, apakah akan ia putuskan utk mengeluh saat pailit? Kikir ketika kaya? atau... Mengisi takdir mereka dgn sayap sabar dan syukur? Menghamba pada-Nya dgn rasa cinta dan tak mengharap apa-apa? atau...

Mari kita serahkan pd akal dan hati utk memutuskan, apakah mereka berpihak pd jasad? atau setia pd ruh (sesuatu yg paling Ilahi dr manusia)?... Semoga kita tergolong ke dlm org-org yg diberi nikmat, bukan org yg dimurkai atau disesatkan, amin...

*Abla adalah panggilan utk sodari (perempuan ya) :)

#Menanti Subuh sementara cahaya mata mulai meredup...
"Akalku, hatiku, nunggu salat Subuh tertegakkan ya baru boleh tidur! Ini perintah dr Ning Farrah."