Senin, 16 Januari 2012

Hati; Patah dan Pulihnya



Pesan melalui inbox.

“Ketika Tuhan mengkalamkan suratan takdir pd manusia, di situ jg tertulis jodoh yg menemaninya. Aku jg pernah dan menyimpan dirimu di hatiku.. Dulu dan sekarang. Karena melupakanmu bukan wewenangku atau hatiku. Tapi aku sudah menikah…
Selamat beraktifitas…. Salam.”

Ilustrasi: Seorang laki-laki datang ke sebuah pernikahan perempuan yg dulu pernah sangat membuat hatinya bergetar dan tubuhnya gemetar. Tiba-tiba menceruat kalimat yg sangat dalam, “Dulu sampai detik ini aku masih mengasihimu.” Lalu ada gema jawaban, “Demikian jg sy, mas. Tak perlu menyalahkan takdir sebab tak ada yg memulai. Doa restu mas saja utk rumah tangga kami.”

Tiada guna lg ungkapan dr hati itu. Karena perempuan tersebut ada yg memiliki. Tapi tak sepenuhnya kejujuran itu sia-sia. Setidaknya dua manusia tadi sedang menghadapi pembelajaran yg membentang di depan. Rela atas takdir yg menyapa. Lintasan.

Penjelasan tambahan. Apabila ada kalimat memuji lalu diiringi tapi, kalimat pujian itu tak berarti apa-apa. Yg tersisa kalimat setelah tapi. Contoh, “Kamu manis, cerdas, supel, bicaramu terstruktur tapi kamu pecicilan deh.” Habis dan hanguslah kalimat sebelum tapi.

Adegan lain via sms.

“Apa kabar, mbak? Bagaimana puasanya? Semoga kian sehat dan dimudahkan semuanya ya.” Si penjawab sms hanya menulis jawaban tertutup. Sekedar baik, iya dan makasih. Tak ada kalimat penjelas lain utk pengirim yg dulu memanggilnya ‘dik’ dan sekarang berganti ‘mbak’. Pengirim yg mengiringi malam-malamnya dgn suara di gagang telepon mengingatkan saatnya bercinta dgn Tuhan. Dulu sekali. Pengirim telah menikah dgn perempuan lain. Berhenti sampai di situ. Usai. Tamat. Lagi, lintasan.

Telpon. Jarak jauh, berbeda orang.

“Aku cemburu pd hatimu, kau begitu giat  kenal Tuhanmu. Pencari sejati itu kau. Sekarang aku kehilangan kekasih spiritualku. Kau.” Diskusi berlanjut di puisi-puisi, teka-teki silang kehidupan hingga puzzle yg harus dipadu padankan utk mengetahui gambar utuh secara keseluruhan. Maaf selalu terlontar dr sang penelpon. Penerima hanya pandai meyakinkan pd penelpon jika ia akan senantiasa baik-baik saja. Karena ia pernah melalui hidup yg lebih pahit, ditinggal dan tak diperhitungkan. Lintasan.

Sms puitis.

Saking puitisnya peng-sms, kalimatnya tak mudah dipahami. Namun kebaikan selalu ditawarkan pd penerima sms. Hanya saja, penerima tak mudah memaknai dan menghikmahi tawaran mulia tersebut. Barangkali, belum selesai. Urusan rasa tak mudah dijelaskan melalui bahasa. Insya Allah lintasan.

Sms dan telpon.

Belum bisa dibagikan kisahnya. Entah. Lintasankah? Atau perhentian terakhir? Biar waktu yg bermurah hati menjawabnya.

Beberapa adegan di atas menguras banyak emosi. Emosi: energy motion. “Tiap tindakan tentu ada pemicunya.” Demikian pakar jiwa berargumen. Cinta misalnya. Cinta dlm arti sebenarnya. Fokus hanya pada memberi tanpa mengambil. Pelipur lara bagi duka nestapa. Pelajaran pertama.

Kasih sayang, menyadari sama-sama manusia tempat salah, papa, hina, lupa. Semoga tak dihitung dosa, itu harapannya. Emosi kasian ini yg menegakkan punggung lg utk meneruskan perjalanan. “Jika sy begitu mudah menorehkan luka, tak ada alasan utk tak memaafkan kealpaan orang lain.” Nasehat abadi yg harus diingat sepanjang hayat. Pelajaran kedua.

Rindu. Bila menggebu, cara terbaik adalah menyalurkan pd kesibukan-kesibukan berguna. Tak ada yg ampuh mengatasi kerinduan selain dari itu. Rindu selalu membekaskan nyeri. Pemindahan emosi rindu pd tindakan guna dlm kebulatan ekspresi disebut sensasi. Yaitu membudikaryakan emosi dlm bentuk tindakan nyata yg paling indah.

Selain itu. Hati pilu, sunyi, kelam, perih, legam, pekat tak bisa dihindari. Hanya dapat dicari solusinya, dgn permainan persepsi tentu. Berpindah-pindah fokus. Melanjutkan hidup, tak ada urusan entah menghadapinya dgn sedikit tertatih atau terkesan baik-baik saja yg dipaksakan. Intinya hidup harus terus berjalan hingga sang Mahahidup mengambil alih semua titipan. Sampai kapan? Tak ada yg pernah berhasil memperkosa waktu.

Tak lama selepas itu. Tertegun, tercenung, resah, gelisah, galau, risau, ragu, benar-benar bingung dan limbung menyergap dan menggelayuti benak. Sekali lg yg bisa menolong selain kemurahan Ilahi adalah games asah otak dan hati. Penggabungan daya nalar dan nurani menghasilkan sebuah pijar. Cahaya memendar ke seluruh mental utk bangkit kembali melakukan apa yg terlewatkan di masa lalu utk menjadi bekal masa sekarang. Masa depan dijadikan sbg doa dan harapan. Belajar mengikat hati yg menghubungkan langsung dgn Tuhan atas peristiwa yg tak sepenuhnya dipahamkan.

Terkait gejolak hati yg memuat segala macam emosi, seorang ulama terbaik seasia Tenggara, Prof. Quraish Shihab,  berpendapat…..”Hati adalah wadah perasaan. Seperti cinta, kasih, senang, benci, iman, ragu dlsb. Semuanya tertampung dlm hati. Kita begitu biasa mengalami perbedaan gejolak hati dan perpindahan yg begitu cepat antara senang dan susah. Kita jg pernah mengalami hati kita menginginkan sesuatu tetapi akal kita menolaknya. Ini bukti bahwa kita tidak menguasai sepenuhnya hati kita. Allah yg menguasainya.” (Pengantin al-Quran, lupa halamannya)…. :-))

1 komentar:

  1. Kaak titiiin,selamat ya atas kelahiran blog nya..jadi bisa blogwalking sepuasnya di atas tulisan kakak yg inspiring nii..:) :)

    keep writing!*kecup dr jauh*

    BalasHapus