Kamis, 03 Januari 2013

Malang Mengisahkan Beragam Pelajaran (1)

Ada quote lama, "Kemuliaan orang tua otomatis akan memuliakan anak-anaknya." sebagai contoh, putra seorang Kiai akan dimuliakan santri-santrinya. Tidak peduli jenis Kiainya. Kiai Panggung, Kiai Politik, Kiai Karbitan, Kiai Selebritis, Kiai mbeling dan masih banyak lagi.

Quote gresnya, "Keikhlasan seorang guru akan memuliakan murid-muridnya." Ini terjadi padaku selama sepekan di Malang, Jawa Timur. Takdir telah menyapa, aku enggan bertanya sebabnya mengapa aku terpilih dlm kafilah spiritual ini. Sasaranku adalah mengumpulkan pelajaran bermakna yg terserak utk direnungkan, ditiru. Yg lain, gut bai...

Sebab akibat merupakan salah satu hukum alam yg Allah tetapkan utk menjaga keteraturan di muka bumi. Kalau mau berdiskusi sebab akibat sebaiknya tidak dlm kesempatan ini, lain kali aja ya. Ngeles, kisanak! (contoh ketidakmampuan yg dialihkan pd pencitraan berilmu. Padahal sangat mumet dgn hukum sebab akibat).

Guruku adalah orang yg tidak meminta imbalan dr siapapun dlm hal apapun, termasuk proses pentransferan ilmu pd anak didiknya di Motivator School of Kahfi, sebuah institusi pendidikan setara dgn d3. QS. Yasin ayat 21 mengatakan, "Ikutilah orang yg tidak meminta upah pdmu. Mereka adalah orang-orang yg mendapat petunjuk." Ayat itu gambaran dr sosok guru kami, insya Allah.

Kasus pencurian emas 6 Kg milik penguasaha di Matos (Malang Town Square) 2011, mempertemukan tali kasih selama 17 tahun terpisah. Antara guruku dan keluarganya di Malang. Rupanya guruku adalah anak angkat dr ayah pengusaha tsb. Allah tak kurang cara ketika berkehendak. Kasus pencurian tsb adalah sebab ikhtiar guruku utk menyambung kembali rajutan silaturahmi. Yg terjadi, terjadilah. Allah mengijinkan guruku utk menguak misteri pencurian itu dgn media Hypnosis. Berhasil alhamdulillah. Akibatnya silaturahmi merajut, salah satunya kunjungan kami selama sepekan di Malang.

Kami bertiga belas. Empat di antaranya guruku dan keluarganya, sisanya aku dan teman-teman. Biaya transportasi ditanggung keluarga pengusaha tsb. Tiba di stasiun Malang. Mobil-mobil merk Jepang melambai seperti di film Cars utk mengantar kami di tujuan. 15 menit kemudian mobil-mobil merk Jepang memarkir di rumah megah bernuansa pondoh indah. Rumah putri pertama ayah angkat guruku.

Namanya bu F. Cantik, bicaranya blak-blakan, perokok. Hidung dan dagunya terkesan tidak asli. Mata kasatku menaruh curiga, seperti ada unsur siliconnya. Allah Allah, aku Engkau suruh belajar apa dgn manusiaMu yg mirip Merryl Strep ini.
Sarapan terhidang. Sekalian akan aku ceritakan betapa kembungnya perut ini dgn bermacam menu, selama sepekan. Buah-buahan, roti bermerk luar negeri, bakso goreng, kwe tau, bebek, rawon, sup ceker, udang, tempe merupakan menu yg bisa kurekam dlm memori. Aku bukan pengingat yg baik, apalagi daftar nama-nama makanan. Pelayanan hidangan bu F berhasil mengembungkan perut yg tidak terbiasa teratur dlm memproduksi kebutuhannya. Roti Maryam cukup terkenal di keluarga ini. Intinya keluarga bu F menjamu kami dgn sangat baik.

Sabtu, aku dan teman-teman piknik ke Selecta. Dua putra guruku ikut bersama kami. Tiap dr kami mendapat amplop tak bernama, dr bu F. Mau tahu berapa isinya? Nggak usah ah. Pokoknya ada beberapa lembar kertas warna merah dan biru. Biaya tiket masuk juga gratis, dr bu F. Di Selecta terjadi peristiwa yg mengesankan. Ketika aku menunggu dua putra guruku berenang. Jiwa ibu-ibu eh keibuanku memenuhi batin terdalamku. Meski di Selecta terdapat bunga warna-warni tapi aku lebih memilih mengamati dua putra guruku megap-megap di kolam renang. Selecta ya selecta. Kalau nggak salah pernah digunakan syuting film artis Widiawati-Sophian Sophan dan atau Rhoma Irama-Rika. Aku kelahiran tahun berapa ya, kenapa memoriku mengarah pd artis 80-an coba.  Sambil menunggu, telingaku meradar suara lelaki merdu. "Pasti tampan dan muda." Bisik akalku dan ia menyuruhku utk mencari sumber suara. Ah. Bapak-bapak.
Selayaknya suara, kata-kata jg mampu menyihir pembaca. Padahal belum tentu penyair hidupnya seromantis puisi atau prosanya. Atau seorang penulis boleh jadi belum berakhlak seperti kalimat positifnya. Ah tapi itulah kata, ia akan lain dan tak lagi menjadi milik penulisnya.

Malamnya, kami diajak nonton film Habibi-Ainun di Matos. Tidak ada tangisan di mataku. Padahal mata teman-teman perempuan di sampingku, telah menganak sungai. Mungkin aku iri dgn kisah cinta dlm film itu (eh na'uzubillah eh). Tapi sepertinya tidak. Um sebelum nonton aku ingin pipis tp kebancianku menahannya. Nah pipis ini biang keladi penahan air mataku. Mungkin. Dr awal ikut perjalanan ini memang kuniati utk taat pd guruku, sampai aku takut ke toilet. Khawatir menghilang dr Matos dan menciptakan gusar di hati tuan rumah. Aku geli mengingat kepengecutanku ini. Kok bisa penguasa jalanan Jakarta dan sekitarnya menahan pipis. Taat pd guru atau memang betulan pengecutnya. Ah nggak jelas. Film usai baru aku teriak pengen pipis.

Dan putra kedua dr bu F yg bernama mas A menawarkan diri utk mengantarku. Dia setia menunggu hingga tuntas hajatku. Wow sekali utk ukuran anak dr bos emas yg merk sepatu Italia tidak begitu diperhatikan di rumahnya. Masya Allah akhlaknya utk anak orang kaya yg seusianya. Bicaranya santun, berkelas dan tidak mengangkat dagu. Malah diri ini tidak merasa dia org kaya loh. Lagi-lagi mobil merk Jepang mahal dan besar hadir di kepalaku. Mas A juga. Bergantian dgn sangat lambat.

Sedikit meresensi film Habibi-Ainun. Um aku terkesan dgn akting mas Reza sbg Habibi, mirip sangat. Aku tidak begitu kenal dgn sosok Ainun, akting BCL ya tidak jauh dr serial FTV. Aku lebih tertarik pd kisah cinta dlm film the End of the Affair. Bendrix (diperankan Ralph Rienes) jatuh hati pd istri sahabatnya, Sarah (diperankan Julianne Moore). Singkat kata terjadi perselingkuhan, namun berakhir dgn pemaafan dr sang suami (Stephen Rea berperan sbg birokrat jg) dan memasrahkan istri pd selingkuhannya. Padahal suami betul-betul mencintai istri kesepian yg berpenyakit itu. Si istri juga amat mencintai selingkuhannya. Meski mas Bendrix lumayan keras kepala namun cintanya pada Sarah tiada duanya, bahkan cinta suami mbak Sarah sekalipun. Konflik mencuat namun mereka bertiga memiliki hati samudera.

Dlm dunia tasawuf, jika seorang lelaki betul-betul merasa dirinya milik umat ia akan meminta kerelaan dr keluarganya supaya melepaskannya. Abu Yazid al-Bisthami meminta keikhlasan ibunya utk mengembara. Dgn tujuan ia tak lagi merasa bersalah pd sang ibu, sebab kewajibannya tidak ia penuhi sbg anak. Hanya ibu yg berhati samudera saja yg bisa melakukannya.

Jauh sebelum itu Nabi Khidr memelopori utk meninggalkan segala macam tawaran dunia. Konon Nabi Khidr adalah putra mahkota. Ayahnya menginginkan supaya Nabi Khidr menikah. Pernikahan berlangsung, sang istri tidak kunjung hamil. Perceraian merupakan pilihan. Disusul pernikahan kedua. Sama. Tanda-tanda kehamilan tak nampak. Usut punya usut Nabi Khidr memang tidak pernah menghubungi badan kedua istrinya (mempertemukan dua jenis kelamin maksudku... Penting utk memperjelas, heheheh). Dengarlah kisah-kisah seputar Nabi Khidr. Ia memang Allah takdirkan sbg pengelana dunia, menemui siapa saja yg di hatinya telah bersemai keikhlasan. Lagi-lagi aku tak perlu menambah deretan kalimat utk mengisahkan kesamuderaan hati Nabi Ibrahim, bunda Hajar dan Nabi Ismail dlm kisah cinta mereka.

Nampaknya mas Anung memang belum berhasil memotret kisah cinta Habibi-Ainun. Aku malah mengingat sponsor-sponsor yg ditampilkan secara kasar di beberapa adegan film. Sponsor kosmetik, kartu tol, camilan bahkan minyak penghangat hidung. Kemungkinan kisah cinta Habibi-Ainun akan menjadi 'sesuatu' jika digarap sutradara Holliwood, Bolliwood atau Korea. Ketiga industri film tsb biasanya dapat memainkan perasaan penonton dgn mudah.

Kalau memang kisah cinta Habibi-Ainun seperti dlm film, sungguh itu biasa-biasa saja. Habibi dlm film itu adalah laki-laki romantis yg bisa membagi waktu, artinya Ainun tdk ditinggal selingkuh dgn perempuan lain. Bukankah perselingkuhan atau poligami hal terberat di benak perempuan? Manapun. Habibi juga suami romantis nan perhatian. Ainun senantiasa di hatinya meski urusan negara berjibaku. Tapi lagi-lagi aku mencurigai mas Anung yg belum berhasil menyertakan ruh cinta Habibi-Ainun. Terbukti di akhir cerita sempat nafasku tertahan mendengar kesedihan pak Habibi betulan sambil memegang nisan bu Ainun.

Begini caraku mengapresiasi karya anak bangsa. Padahal ya aku ikut kuliah media film saja tidak nyantol-nyantol ilmunya. Oia curhat. Sedikit berharap semoga kisah cintaku bersama suami nanti... Beliau mau mengkramasi rambut kepalaku. Yup, aku suka lupa (tepatnya agak malas keramas). Keramas nunggu rambut gatal saja. Heheheh.

Eh udah dulu. Insya Allah ada lanjutannya, aku mendapat banyak pelajaran selama di Malang. Makasih telah menyempatkan membaca. Makasih, makasih...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar