Rabu, 26 Desember 2012

Surat Cinta

Salamun 'alaikum.

Apa kabar, kekasih Tuhan? Sabar ya jika cintamu sia-sia. Paling tidak, hati, pikir dan telingamu masih mau mendengar kekinian. Surat ini kutulis dengan perut lapar, tapi mulut enggan berkompromi walau dgn seteguk air. Badan kedinginan, selintas aku mencurigai AC. Tapi kecurigaan itu memuai, toh kurang lebih dua bulan aku mengencaninya.

Kekinian. Mari kutebak isi hatimu. Engkau sedang dirundung pilu. Ketidakmengertianmu akan cinta yg menyebabkannya. Ah tak perlu engkau lacak dari mana aku dapat mengetahui itu. Mudah kok. Kini, makhluk itu yg membimbingku. Lewat sorot mata ia mengabarkan lawan bicaraku yg bernama bang Sam memiliki istri lebih dari satu. Kini, sekali lagi makhluk itu mengirimkan firasat. Satpam mall tidak berani mengungkapkan cinta pada perempuan pujaannya. Kini yg menunjukkan gelagat satpam lewat matanya yg tak bersitatap saat mengobrol denganku. Kini, ia menitipkan pesan pada kata. Tentang rasa dan pikirmu yang membadai oleh cinta. Ya cinta.

Cinta. Engkau bebas menjawab atau tidak atas pertanyaanku ini. Apa engkau betul-betul jatuh cinta padanya? Laki-laki itu? Cinta sejati layaknya impian sejati? Engkau akan mati jika Tuhan tidak memasangkan kalian? Eh apa aku baru menyebut Tuhan? Hahahah menyerahkan nasib pd kehendak Tuhan bagaimanapun masih berbau spekulatif.

Pingsan. Berantakan. Tertatih-tatih. Berdarah-darah. Tenggelam. Terseok-seok. Ngilu. Nyinyir. Terpukul dan panik penuh ketidakpercayaan. Apa pemilihan kata di muka tepat untuk menggambarkan kecamuk di hati dan pikirmu? Ah simpan terima kasihmu. Aku tak membutuhkannya untuk menghargai betapa hebat aku menebak lintasan-lintasan perasaan dan pikiranmu. Tiadanya harga cintamu pada laki-laki itu, apa cukup utk menghancurkan masa depanmu? Jika iya, selamat aku ucapkan. Sungguh. Engkau memang tak memiliki masa depan.

Dia, lelakimu tidak dapat menerima cintamu lagi. Satu-satunya lelaki yg ingin kaujadikan penyambung ketaatan pd Tuhan dan rasulNya. Tapi dia enggan. Sejenak mari menengok ke belakang.

Nabi Nuh, misalnya. Berkat perasaan mendalamnya pd Kan'an, putranya, beliau mengiba,
"Duhai... Tolong paduka selamatkan putra saya dr kejahatan air bah."

"Ayo, Nuh! Ketahuilah, ia bukan keluargamu lagi!" Kata Tuhan Tega. Hei, sekilas Tuhan memang kejam ya tapi siapa yg dapat membaca rencanaNya...
Padahal kalau mau pamer-pameran kesabaran Nabi Nuh ahlinya. Kenapa coba Tuhan tidak mempersatukan dia dgn putranya.

Bunda Hajar dan Nabi Ismail. Masih ingat kepasrahan mereka? Sungguh akalku belum bisa mencerna hati mereka terbuat dr apa. Bagaimana bisa istri kedua menderita di negara asing sedang tanda-tanda kehidupan belum mengemuka di sana.

Apalagi Nabi Ismail. Membeku akal ini, mengagumi kejernihan hatinya. Tiga belas tahun berpisah dgn sang ayah rupanya tidak cukup menebus kebahagiaan  calon nabi itu. Sang ayah berhasrat menyembelihnya. Titah Tuhan katanya, lewat mimpi pula. Mau gila rasanya. Kok ada ayah setega itu. Kok ada.

Adalah Harut dan Marut dari golongan malaikat yg diturunkan ke bumi utk membuktikan ketidakpahaman mereka mengapa Allah memilih manusia yg memiliki hobi merusak dan menumpahkan darah di muka bumi sebagai wakilNya. Apa mereka akan berlaku sama seperti manusia ketika berada di sana.

Mula-mula Harut dan Marut enggan berzina dengan perempuan cantik. Membunuh mereka hindari. Minum arak? "Resikonya sedikit." Mereka memutuskan minum arak. Selanjutnya? Membunuh dan menzinahi perempuan mereka lakukan juga.

Sayang... Aku tak memintamu utk meminjam peran Nabi Nuh, Bunda Hajar, Nabi Ismail, malaikat Harut dan Marut. Sungguh. Kepastian itu tak kan mudah tertebak, seagung apa kesabaranmu. Apalagi peran Nabi Ibrahim yg menjadi bulan-bulanan Tuhan. Tidak. Duhai, nafsu itu memiliki kecenderungan untuk mengajak pd tindakan kebinatangan.

Aku... Hanya meminta satu hal. Satu saja. Hiduplah pd kekinian, sayang. Bersikaplah menerima bahwa lelakimu sedang memilih tidak menua bersamamu, saat ini. Bebaskan ia dari belenggu perasaanmu. Bisa? Insya Allah jika ada kemauan.

Kebebasan itu akan mempermudah hidupnya. Juga hidupmu. Engkau bisa memahami ke mana arah ajakanku ini?

Begini, sayang. Mencintai berarti memberi tanpa mengambil. Itulah sebenar-benarnya cinta. Aku tidak memaksamu untuk mengusir lelakimu dari hati putihmu. No. Perasaanmu, engkau boleh menikmatinya sesuka hati dan pikirmu. Kapanpun. Di manapun.

Hanya saja... Sembari mencumbui kenikmatan rasa pd lelakimu. Tolong sempatkan mengfungsikan hati, pikir dan telingamu untuk mendengar apapun dan siapapun yg melintas dlm hari-harimu.

Kala melihat tukang sapu gerbong kereta sedang kelelahan dan ia rebahan, sempatkan untuk melihat wajah letihnya. Hadirkan pula wajah keluarganya menanti lembaran rupiah untuk sekali makan esoknya. Tiba-tiba sasaran retinamu mengarah pd kaos kaki dekil yg berlubang pd jempol tukang sapu itu. Ia sampai lupa mengurus dirinya sendiri demi kelanjutan hidup keluarganya. Sayang, jelas kan suasana haru itu?

Silahkan memilih kekinian itu. Awasi selalu gerak hati, pikir dan telingamu. Engkau bebas mengarahkan mereka ke mana. Tapi kumohon... Tujuan baik, benar dan bagus yg menjadi pilihan. Jadikan Tuhan sebagai sumber baik, buruk dan benarmu ya. Sisanya ijinkan Tuhan yg membereskan, sayang.

Hidup harus terus berjalan, sayang, tanpa atau dengan lelakimu. Mungkin kalian tidak lagi memandang matahari terbit dan tenggelam secara bersamaan. Mungkin.

Wassalam...

*Memutar lagu 'Iris' Goo Goo Dolls...

"I give up forever to touch you."
"I just don't wanna miss you tonight."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar