Senin, 24 Desember 2012

Munajat Dini Hari

Entah siapa yg mengetahui rencana Tuhan. Tidak saya, tidak jua dia, mereka apalagi. Kau tahu, kawan? Jika iya bocorkanlah pada saya. Beritahukanlah utk menyampaikan rencana-rencana terkecilNya, sedangNya, dan besarNya.

Terlalu tidak tahu diri jika saya meminta keistimewaan seperti Nabi Sulaiman. Dapat memahami komunikasi semut, mensahabatkan diri dgn jin dan setan. Mengendarai angin utk tiba pd suatu tujuan. Entah di mana. Al-Qur'an hanya mengabarkan perjalanan tsb ditempuh selama dua bulan bagi orang kebanyakan, namun melalui angin Allah Mempercepat menjadi pagi dan petang.

Saya enggan memiliki keistimewaan Samiri. Mengetahui jalan kegaiban malaikat, hingga ia dapat menyulap jejak tsb menjadi patung emas sesembahan bangsa Israel. Saat Nabi Musa menghadap Tuhan di Thursina.

Imperium Fir'aun tidak menjadi prioritas daftar impian saya. Tidak sekali lagi. Kekhawatiran itu membayang pertama kali, saya menuhankan diri dgn kecukupan semu dari Ilahi.

Kekayaan Qarun? Bukan kebutuhan saya saat ini. Sungguh. Lagi, ngeri membayangi. Menunda kebutuhan yg lebih esensi, yakni ke mana pikir dan hati hendak dikemudi.

Saya belum mampu mengimaji andai ujian Nabi Ayyub menyapa diri ini. Akankah kesabaran disertakan pula utk menemani? Ah saya tak berani melewati meski dalam mimpi.

Semoga Tuhan memampukan saya utk dapat mengerti kehambaan bintang, bulan, matahari, pepohonan, musim dan tanda-tanda yg Tuhan tetapkan di dunia utk memperlihatkan keberadaanNya. Semoga Tuhan melembutkan hati dan fikir saya utk mudah peduli, pd apa dan siapa saja. Semoga Tuhan menerangi hati yg hampir tak berbentuk ini, tidak sekedar patah lagi.

Semoga Tuhan memudahkan saya utk mengingat mati, saat nafsu menghalangi bisikan sesuatu yg paling Ilahi. Semoga Tuhan menjadi sandaran hati, saat akal merajai jasad ini. Semoga Tuhan menjadi alasan, saat penyeleksian citra diri. Amin...

Sesederhana itu kebutuhan saya. Semoga Tuhan meridhai, amin berkali-kali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar